Senin, 29 Mei 2017

Menunggu jam 12.00 Wita

Ahmad Sya'ban Maulana

Menunggu jam 12.00

Sudah dua hari ini Ahmad menjalankan ibadah puasa. Dengan semangat ia bangun sahur tanpa di bangunkan, menjalankan sholat Tarawih, sholat lima waktu, meskipun kadang lupa karena keasyikan bermain.

Hari ini adalah  hari Senin. Dimana anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah negeri tetap harus sekolah meskipun dalam keadaan puasa. Ahmad yang dengan semangat barunya di bulan Ramadhan dengan sigap menjalani hari-harinya bersekolah dalam keadaan berpuasa. Ahmad yang masih duduk di kelas satu SD ini berangkat kesekolah dengan niat akan menyelesaikan ulangan dengan nilai yang bagus, dan menyelesaikan puasanya sampai sore hari.

Cerita di hari pertama Puasa.

Hari pertama puasa, ia menangis, merengek, minta dimandikan, karena beranggapan bila mandi dapat menghilangkan dahaga. Tanpa berpikir panjang Ahmad lalu menceburkan badannya ke dalam bak mandi, yang baru saja dibersihkan oleh Bunda.

Selesai mandi rasa lapar dan dahaga pun tak kunjung hilang. Malah semakin menjadi-jadi. Sesekali ia menengok ke jam dinding dan bertanya pada ku. “Bunda sudah jam berapa ini?”. Berharap waktu berbuka akan segera tiba. Dan ia terbebas dari belenggu lapar dan haus.

Ahmad yang tidak lagi tahan di gerogoti rasa lapar dan haus, sesekali datang merayuku, “bunda bisakan jamnya di percepat?” tanyanya lagi. Tak sabar.  
“Loh.. kan masih siang? Kenapa jam mesti di percepat?”
“Ahmad mau buka jam 12.00 hari ini, besok lagi puasa buka jam 12.00 jadi satu hari kan?”

 ***
Sepulang sekolah dengan wajah sumringah agak sedikit layu. Ahmad berlari menghampiri. “Bunda sudah jam berapa?” seperti menunggu hujan yang jatuh setelah musim kemarau berkepanjangan. Masih jam 11.00 wita jawabku. Memberikan motivasi agar Ahmad mampu tahan sampai sore.
“Bunda lama sekali jam 12.00. Ahmad mulai mengeluh.

"Ahmad, soal puasa tidak hanya sekedar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kita untuk bersabar.  Tidak marah-marah, apalagi menangis. saling berbagi dan berbuat banyak kebaikan". masa Ahmad tidak makan seharian karena bermain seharian bisa menahan lapar, puasa yang makan di saat sahur tidak bisa manahan lapar sampai sore?" 

Ahmad kan mau jadi muslim Gaul? 
Muslim Gaul itu tidak hanya sekedar gaul, pergi sholat di mesjid, naik sepeda di saat subuh, tapi juga harus sabar, dan saling berbagi antar umat beragama.  Saling menghargai dan bertenggang rasa sesama umat manusia, saling membantu tanpa membedakan agama, suku, budaya dll.
  


oh. iya ya bunda. 
kan ada di buku.  
baca lagi dong bunda..

iya.. tapi puasanya harus full samai pukul 06.00 sore yah..

iya.. iya..   


Tetap semangat..
Semoga tahan sampai sore yah.. Nak...




Sabtu, 13 Mei 2017

Kaus Kaki Usang.


Cerita Sebuah Kaus Kaki Usang.


Sepasang kaus kaki usang ku dapatkan di saku tas ransel sepulang melakukan kemah bersama teman-teman setelah kegiatan diskusi dan workshop di perpustakan Mini Nemu Buku. Kaus kaki yang tak memiliki banyak cerita seperti yang sampaikan pemiliknya, melaui telepon.


Kaus kaki yang penuh kenangan bagiku. Mungkin lebih berharga kenangan bersama kaus kaki ini ketimbang bersamamu. Kaus kaki yang selalu memberikan kehangatan di saat aku kedinginan bahkan saat sakit.  Bahkan sampai  kepergianmu pun kaus kaki ini masih terus membungkus kakiku dengan hangat. Sehangat pelukankanmu saat itu.

Tak kubayangkan bahwa malam itu adalah pertemuan terakhir kita. Dan kisah  kita masih seperti ini. Gantung.!!

Bersekolah di Masa Pandemi

 Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada  senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Un...