Minggu, 08 Januari 2017

Surat Cinta dan Hujan



Dear Jake,

Malam ini aku sempatkan jariku untuk menulis surat ini untukmu. Aku tak bisa tidur malam ini, bukan karena aku terbiasa begadang, tapi karena aku merindukanmu. Merindukan setiap belaian tanganmu di rambutku, senyumanmu, dan matamu. Aku ingin menuliskan tentangmu. Namun sayang aku belum mendapatkan inspirasi yang aku katakan kekuatan untuk menulis sosok dirimu.

Kau tahu dihadapanku terdapat tunas bunga sedap malam pemberian Pak RT semalam. Aku sedang memikirkan tempat yang pantas akan aku tanami bunga tersebut, dan bagaimana nasib bunga ini nanti ketika aku tinggalkan. Seperti halnya aku menanam hatiku pada ruang hati seseorang yang tak memiliki ruang.

Kau tahu akhir-akhir ini aku sangat suka mendengar lagu karya Mukti-mukti. Awalnya aku mendengar lagunya tentang Petani, yang berjudul ‘Menitip Mati’. Ternyata setelah aku mendengar lagu-lagunya yang lain, ternyata  beliau adalah sosok yang  sangat romatis dari yang ku kira. Seperti lirik dari lagu “aku hanya ingin”.

Aku hanya ingin mencintaimu seperi kisah syair kecil,
Mendekap nyanyian jiwa.
Aku hanya ingin merindukanmu seperti saat menangis
Meraba malam
Pencarian atas segala jumpa.

Kau tahu Jake, lagu Abang Mukti ini ku dengar berulang-ulang melalui headseat, agar orang-orang di rumah kontrakan ini  tak mendengar dan menebak perasaanku pagi ini. Namun aku adalah orang yang benar-benar tak mudah dapat menyembunyikan perasaan. Aku tahu ini agak terdengar aneh dan lucu, karena biar bagaimanapun aku hanyalah seorang penikmat. Penikmat setiap sajak-sajak indah yang pernah ku dengar dan ku baca, penikmat ciptaan Tuhan, penikmat senja  dan setiap bulir hujan yang jatuh. Namun semua itu terjadi berkat kehendakNya, setetes embun yang jatuh pun karena kehendaknyaNya. Dan tak  mengapa bagiku bila Tuhan berkehendak lain karena aku hanyalah seorang penikmat.

Aku tahu, aku bukanlah perempuan yang sempurna dan juga lemah. Perempuan yang penuh dengan tanggung jawab serta  beban hidup yang mesti aku  terima dengan lapang.  Seperti yang selalu kau ingatkan  padaku. Namun kadang aku merasa itu adalah penghalang semua langkahku. Tapi aku menikmatinya karena  itu adalah bagian dari hidup yang harus di jalani.

Pun diri yang hina  ini tak pantas untuk  laki-laki sebaik dirimu. Dan tak mesti pula jika diri ini dijadikan seperti tongkat untuk membantu dirimu keluar dari situasi krisismu. Kau tau, setiap tubuh ini tak rela bila di jamah atau pun di sentuh dengan tangan siapapun. Namun apa daya tubuh yang lemah ini tak kuasa meronta, melawan, dan mendorong setiap badan-badan besar yang kekar, serta nafsu  yang seperti setan menyerang  dan  menyetubuhi tubuh kecil ini.

 Mengenal dirimu adalah kebahagian terbesar dalam hidupku. Kau pendengar yang baik, dan sahabat yang baik.  Ketika  berada didekatmu aroma sedap malam yang setiap malam ku cium tak lagi menakutkan  bagiku.  Kematian seakan seperti menjauh, dan yang ada hanyalah  malaikat-malaikat dengan sayap putih datang menebarkan harum-harum bunga sedap malam di sepanjang jalan yang aku lalui.

Pagi ini hujan turun begitu deras, dan aku hanya bisa melihatnya dari balik jendela kamarku. Kamar tak begitu besar, hanya berukuran 2x3 meter. Tempat tidurku hanya beralaskan kasur dan seprai berwarna merah muda pemberian ibuku. Di kamar ini sering ku habiskan waktu untuk merindukan dirimu, sambil  melihat bunga sedap malam pemberian Pak RT. Aku tak bisa melupakan malam itu ketika kau memainkan gitar meski tak menyanyikan  satu lagu pun. Padahal aku ingin sekali kau menyanyikan lagu yang berjudul 'Perempuan yang Sedang dalam  Pelukan' milik Payung Teduh.

Aku ingat pertama kali mengenalmu melalui facebook. Ya.. facebook yang memperkenalkan kita, kau mengomentari fotoku yang menggunakan rok, dan kaca mata. Sumpah pakaian itu tak sengaja ku pakai, dan aku merasa lucu ketika setiap kali  melihat kembali foto itu.
 
Hujan masih saja deras Jake, padahal aku ingin  pergi ke pasar, berbelanja semua keperluan dapur. Hari ini aku bertugas memasak, Karena teman-temanku pergi berkujung keluar kota. Aku ingin membuatkanmu binte bilihuta makanan khas Gorontalo yang menjadi kesukaanmu, dan menyiapkan air hangat untuk dirimu. Aku ingin menikmati hujan ini bersama dirimu Jake, berada dalam pelukanmu dan tak ingin beranjak. Aku jadi teringat puisi Gie, ketika ku dekap kau dekap lagi lebih mesra. Ah.. Jake itu hanya mimpi.

Aku masih ingin menceritakan padamu tentang bunga sedap malam dan pesan terakhir Pak RT, sebelum ia masuk ke dalam rumahnya. Ia berpesan  kepada ku akan selalu  membesarkan hati ketika menikah nanti, sambil melihat kearahmu yang masuk ke dalam rumah, meninggalkanku seorang diri di luar yang dingin.

Rintik  hujan terus jatuh  bersama dengan datangnya fajar. Ku putar lagi  lagu Abang Mukti sebelum ku rebahkan tubuh ini di kasur tuaku. Lagu ini berjudul   ‘Bulan Jingga di  Kepala’

Seandainya embun kangen di beku hujan malam,
Sisahkanlah setetes saja
Ku simpan di saku kembara, agar tak gundah
Sayap cintaku,
Cintaku menembus badai,
Agar aku tabah kehilangan dirimu.
agar aku tabah kehilangan dirimu sebentar saja.




- Bersambung

Antara Tanah dan Nilai Lebih





 Malam ini saya bertemu lagi dengan pak RT yang suka membawa kamera kemana saja ia pergi, dan suka sekali bercerita, entah itu cerita mengenai pengalaman hidupnya ataupun tentang kisah orang lain yang ia temukan di jalan.  
Entah kenapa malam ini ia memberikanku satu tunas muda Bunga Sedap Malam,  Setelah ia menyuruhku mencium Bunga Sedap Malam yang terdapat di depan rumahnya. Namun sayang bunga tersebut sudah gugur. Dan tak lagi menebar wanginya yang khas, yang hanya dapat kita cium di saat malam hari.
Kata Pak RT bunga Sedap Malam itu baru saja gugur. Oh.. Ternyata harum bunga sedap malam yang beberapa malam kemarin ku cium di sekitar kompleks ini  berasal dari teras rumah pak RT. Aroma bunga sedap malam sangat khas yang tak  kalah dengan bunga melati.  Di tempat ini juga terdapat bunga melati yang sempat kala itu ku petik dan kusisipkan   di rambutku.
Di beberapa tempat banyak orang mengartikan bunga  sedap malam berbeda-beda. Ada yang melambangkan bunga sedap malam sebagai lambang bunga kesedihan, karena wanginya yang seperti aroma kemenyan yang indentik dengan kematian. di Jepang misalnya, bunga sedap malam digunakan sebagai lambang cinta. Di Eropa, bunga Sedap Malam kerap dilibatkan terutama dalam acara-acara penting keagamaan. Di  india Bunga sedap malam juga diberi nama ratkirani untuk bunga ini yang juga berarti ratu malam.
Namun bagiku bunga sedap malam tak lebih dari tumbuhan yang sedang berproduksi di saat malam hari.  Sehingga ia hanya dapat mengeluarkan aroma di saat malam hari dan tercium oleh indera penciuman manusia, yang  kemudian di beri nama bunga sedap malam. Seperti hal bunga bangkai, yang juga sama mengeluarkan aroma, hanya manusia dengan indera penciumannya memberikan perbedaan antara aroma yang wangi dan busuk. Padahal sama-sama bernama BUNGA.

Bunga sedap malam juga memberikan khasiat. Yang seperti Bisul dan bengkak, Katarak, penenang pikiran, susah tidur, dan penambah darah, Meningkatkan stamina, Influenza, Radang tenggorokan Rematik. (untuk lebih jelasnya silahkan searching ke Om Google).
Lantas dimana saya akan menanam tunas pemberian Pak RT, sedang tadi siang saya mendengar percakapan kakak saya dan istrinya tentang sulitnya tanah di kota Palu, bahkan untuk menanam bunga di pot saja mereka mesti membeli tanah.
Sebegitu miriskah kehidupan di kota. Tanah untuk pot kecil saja mesti di beli, tomat di beli, kangkung di beli, cabai di beli, bahkan untuk memarkir kendaraanpun harus bayar. Sedang pendapatan kita tak sebanding dengan pengeluaran. Artinya lebih besar pasak dari pada tiang. Seperti yang di sampaikan teman saya Adi Prianto tentang nilai lebih yang dijelaskan oleh Karl Max.
Bagaimana para pemodal menekan harga dan menekan produksi ekonomi sehingga hanya diuntungkan hanya pada sekelompok orang. Sehingga para petani atau buruh tidak mendapatkan nilai lebih dari tekanan produksi tersebut. 
            Lantas bagaimana nasib petani cabai, bagaimana dengan kegelisahan para ibu-ibu yang menjual sayur masak, penjual tahu yang suka bagi-bagi cabai gratis,  yang saat ini harga cabai sedang melambung tinggi, sedang Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, hanya menyuruh untuk tanam cabai di rumah, bagaimana dengan masyarakat  yang tak punya tanah pak,  seperti yang tinggal di rumah susun, atau kos-kosan. ah, bapak ada-ada saja.  Jadi teringat lagu Efek Rumah yang berjudul 'Lagu Cinta melulu”.

Bersekolah di Masa Pandemi

 Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada  senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Un...