Dear Jake,
Malam ini aku sempatkan jariku untuk menulis surat ini untukmu. Aku tak
bisa tidur malam ini, bukan karena aku terbiasa begadang, tapi karena aku
merindukanmu. Merindukan setiap belaian tanganmu di rambutku, senyumanmu, dan
matamu. Aku ingin menuliskan tentangmu. Namun sayang aku belum mendapatkan
inspirasi yang aku katakan kekuatan untuk menulis sosok dirimu.
Kau tahu dihadapanku terdapat tunas bunga sedap malam pemberian Pak RT semalam. Aku sedang memikirkan tempat yang pantas akan aku tanami bunga tersebut, dan bagaimana nasib bunga ini nanti ketika aku tinggalkan. Seperti halnya aku menanam hatiku pada ruang hati seseorang yang tak memiliki ruang.
Kau tahu akhir-akhir ini aku sangat suka mendengar lagu karya Mukti-mukti. Awalnya aku mendengar lagunya tentang Petani, yang berjudul ‘Menitip Mati’. Ternyata setelah aku mendengar lagu-lagunya yang lain, ternyata beliau adalah sosok yang sangat romatis dari yang ku kira. Seperti lirik dari lagu “aku hanya ingin”.
Aku hanya ingin mencintaimu seperi kisah syair kecil,
Mendekap nyanyian jiwa.
Aku hanya ingin merindukanmu seperti saat
menangis
Meraba malam
Pencarian atas segala jumpa.
Kau tahu Jake, lagu Abang Mukti ini ku dengar berulang-ulang melalui headseat, agar orang-orang di rumah kontrakan ini tak mendengar dan menebak perasaanku pagi ini. Namun aku adalah orang yang benar-benar tak mudah dapat menyembunyikan perasaan. Aku tahu ini agak terdengar aneh dan lucu, karena biar bagaimanapun aku hanyalah seorang penikmat. Penikmat setiap sajak-sajak indah yang pernah ku dengar dan ku baca, penikmat ciptaan Tuhan, penikmat senja dan setiap bulir hujan yang jatuh. Namun semua itu terjadi berkat kehendakNya, setetes embun yang jatuh pun karena kehendaknyaNya. Dan tak mengapa bagiku bila Tuhan berkehendak lain karena aku hanyalah seorang penikmat.
Aku tahu, aku bukanlah perempuan yang sempurna dan juga lemah. Perempuan yang penuh dengan tanggung jawab serta beban hidup yang mesti aku terima dengan lapang. Seperti yang selalu kau ingatkan padaku. Namun kadang aku merasa itu adalah penghalang semua langkahku. Tapi aku menikmatinya karena itu adalah bagian dari hidup yang harus di jalani.
Pun diri yang hina ini tak pantas untuk
laki-laki sebaik dirimu. Dan tak mesti pula jika diri ini dijadikan seperti tongkat untuk membantu dirimu keluar
dari situasi krisismu. Kau tau, setiap tubuh ini tak rela bila di jamah atau pun
di sentuh dengan tangan siapapun. Namun apa daya tubuh yang lemah ini tak kuasa
meronta, melawan, dan mendorong setiap badan-badan besar yang
kekar, serta nafsu yang seperti setan menyerang dan menyetubuhi tubuh kecil ini.
Mengenal dirimu adalah kebahagian terbesar dalam hidupku. Kau pendengar yang baik, dan sahabat yang baik. Ketika berada didekatmu aroma sedap malam yang setiap malam ku cium tak lagi menakutkan bagiku. Kematian seakan seperti menjauh, dan yang ada hanyalah malaikat-malaikat dengan sayap putih datang menebarkan harum-harum bunga sedap malam di sepanjang jalan yang aku lalui.
Pagi ini hujan turun begitu deras, dan aku hanya bisa melihatnya dari balik jendela kamarku. Kamar tak begitu besar, hanya berukuran 2x3 meter. Tempat tidurku hanya beralaskan kasur dan seprai berwarna merah muda pemberian ibuku. Di kamar ini sering ku habiskan waktu untuk merindukan dirimu, sambil melihat bunga sedap malam pemberian Pak RT. Aku tak bisa melupakan malam itu ketika kau memainkan gitar meski tak menyanyikan satu lagu pun. Padahal aku ingin sekali kau menyanyikan lagu yang berjudul 'Perempuan yang Sedang dalam Pelukan' milik Payung Teduh.
Aku ingat pertama kali mengenalmu melalui facebook. Ya.. facebook yang memperkenalkan kita, kau mengomentari fotoku yang menggunakan rok, dan kaca mata. Sumpah pakaian itu tak sengaja ku pakai, dan aku merasa lucu ketika setiap kali melihat kembali foto itu.
Hujan masih saja deras Jake, padahal aku ingin
pergi ke pasar, berbelanja semua keperluan dapur. Hari ini aku
bertugas memasak, Karena teman-temanku pergi berkujung keluar kota. Aku ingin
membuatkanmu binte bilihuta makanan khas Gorontalo yang menjadi
kesukaanmu, dan menyiapkan air hangat untuk dirimu. Aku ingin menikmati hujan
ini bersama dirimu Jake, berada dalam pelukanmu dan tak ingin beranjak. Aku
jadi teringat puisi Gie, ketika ku dekap
kau dekap lagi lebih mesra. Ah.. Jake itu hanya mimpi.
Aku masih ingin menceritakan padamu tentang bunga sedap malam dan pesan terakhir Pak RT, sebelum ia masuk ke dalam rumahnya. Ia berpesan kepada ku akan selalu membesarkan hati ketika menikah nanti, sambil melihat kearahmu yang masuk ke dalam rumah, meninggalkanku seorang diri di luar yang dingin.
Rintik hujan terus jatuh bersama dengan datangnya fajar. Ku putar lagi lagu Abang Mukti sebelum ku rebahkan tubuh ini di
kasur tuaku. Lagu ini berjudul ‘Bulan
Jingga di Kepala’
Seandainya embun kangen di beku hujan malam,
Sisahkanlah setetes saja
Ku simpan di saku kembara, agar tak gundah
Sayap cintaku,
Cintaku menembus badai,
Agar aku tabah kehilangan dirimu.
agar aku tabah kehilangan dirimu sebentar
saja.
- Bersambung