Malam
ini saya bertemu lagi dengan pak RT yang suka membawa kamera kemana saja ia
pergi, dan suka sekali bercerita, entah itu cerita mengenai pengalaman hidupnya
ataupun tentang kisah orang lain yang ia temukan di jalan.
Entah
kenapa malam ini ia memberikanku satu tunas muda Bunga Sedap Malam, Setelah ia menyuruhku mencium Bunga Sedap Malam
yang terdapat di depan rumahnya. Namun sayang bunga tersebut sudah gugur. Dan
tak lagi menebar wanginya yang khas, yang hanya dapat kita cium di saat malam
hari.
Kata
Pak RT bunga Sedap Malam itu baru saja gugur. Oh.. Ternyata harum bunga sedap
malam yang beberapa malam kemarin ku cium di sekitar kompleks ini berasal dari teras rumah pak RT. Aroma bunga
sedap malam sangat khas yang tak kalah dengan
bunga melati. Di tempat ini juga
terdapat bunga melati yang sempat kala itu ku petik dan kusisipkan di
rambutku.
Di beberapa
tempat banyak orang mengartikan bunga sedap malam berbeda-beda. Ada yang
melambangkan bunga sedap malam sebagai lambang bunga kesedihan, karena wanginya
yang seperti aroma kemenyan yang indentik dengan kematian. di Jepang misalnya, bunga
sedap malam digunakan sebagai lambang cinta. Di Eropa, bunga Sedap Malam kerap
dilibatkan terutama dalam acara-acara penting keagamaan. Di india Bunga sedap malam juga diberi nama
ratkirani untuk bunga ini yang juga berarti ratu malam.
Namun
bagiku bunga sedap malam tak lebih dari tumbuhan yang sedang berproduksi di
saat malam hari. Sehingga ia hanya dapat
mengeluarkan aroma di saat malam hari dan tercium oleh indera penciuman
manusia, yang kemudian di beri nama
bunga sedap malam. Seperti hal bunga bangkai, yang juga sama mengeluarkan
aroma, hanya manusia dengan indera penciumannya memberikan perbedaan antara
aroma yang wangi dan busuk. Padahal sama-sama bernama BUNGA.
Bunga sedap malam
juga memberikan khasiat. Yang seperti Bisul dan bengkak, Katarak, penenang pikiran, susah tidur, dan penambah darah, Meningkatkan stamina, Influenza, Radang tenggorokan Rematik.
(untuk lebih jelasnya silahkan searching ke
Om Google).
Lantas
dimana saya akan menanam tunas pemberian Pak RT, sedang tadi siang saya
mendengar percakapan kakak saya dan istrinya tentang sulitnya tanah di kota
Palu, bahkan untuk menanam bunga di pot saja mereka mesti membeli tanah.
Sebegitu
miriskah kehidupan di kota. Tanah untuk pot kecil saja mesti di beli, tomat di
beli, kangkung di beli, cabai di beli, bahkan untuk memarkir kendaraanpun harus
bayar. Sedang pendapatan kita tak sebanding dengan pengeluaran. Artinya lebih
besar pasak dari pada tiang. Seperti yang di sampaikan teman saya Adi Prianto
tentang nilai lebih yang dijelaskan oleh Karl Max.
Bagaimana
para pemodal menekan harga dan menekan produksi ekonomi sehingga hanya
diuntungkan hanya pada sekelompok orang. Sehingga para petani atau buruh tidak
mendapatkan nilai lebih dari tekanan produksi tersebut.
Lantas bagaimana nasib petani cabai, bagaimana dengan
kegelisahan para ibu-ibu yang menjual sayur masak, penjual tahu yang suka
bagi-bagi cabai gratis, yang saat ini
harga cabai sedang melambung tinggi, sedang Menteri Perdagangan,
Enggartiasto Lukita, hanya menyuruh untuk tanam cabai di rumah, bagaimana
dengan masyarakat yang tak punya tanah
pak, seperti yang tinggal di rumah
susun, atau kos-kosan. ah, bapak ada-ada saja. Jadi teringat lagu Efek
Rumah yang berjudul 'Lagu Cinta melulu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar