Kamis, 23 Februari 2017

Perempuan Berjuang atas Tanah

 Ibu, Tanah dan anak-anak
  
Di setiap pagi, malam dan sore hari. Seorang ibu datang kerumah. Ia membicarakan banyak hal. Sesekali terdengar nada suaranya yang kadang meninggi dan kadang rendah, setelah itu terdengar suara tangisan. Ibu itu tidak lain adalah istri dari sepupu Bapak.
Menurut Bapak ia datang mengadukan tentang tanahnya yang telah lama dikelolahnya bersama suaminya sejak awal menikah pada tahun 65. Tanah itu menurut Mama Dia (begitu kami memanggilnya) di jual oleh orang yang pernah meminjam tanah tersebut pada seseorang pengusaha kaya di kabupaten, yang dikenal dengan nama Tayong.
“saya melihat suami saya membongkar hutan dengan menebang pohon-pohon besar hanya dengan menggunakan kapak, dan sekarang tanah tersebut di jual orang. Mengapa saya di buat susah sama tanah saya sendiri? tutur Mama Dia.
Tanah yang berjarak sekitar 100 meter dari Bandara Tanjung Api itu, memang menjadi incaran oleh orang-orang yang berkuasa. Untuk pelepasan tanah Bandara. Sehari setelah mendengar kabar dari tetangganya tentang telah dilakukannya transaksi jual beli atas tanah tersebut, Mama Dia lantas melaporkan kasus tersebut kepada kepala Desa Pusungi. Namun sampai sekarang belum dilakukan mediasi antara si penjual, dan si pemilik tanah, juga pada si pembeli.
Mama Dia seorang Janda tua, yang hanya berkekuatan surat keterangan jual beli yang di tanda tangani oleh kepala desa Pusungi, dan camat Ampana Tete yang bernomor 594/1069/PS/2007 merasa bahwa tanah tersebut adalah tanah miliknya. Namun sayang oleh pemerintah setempat belum menindaklanjuti hal tersebut.
Sebagai seorang ibu yang telah lama menggantungkan hidupnya pada tanah tersebut, Mama Dia berharap sengketa yang terjadi di atas tanah tersebut bisa segera terselesaikan. Sebab hanya itulah harta satu-satunya yang ia miliki. Sejak sepeninggal suaminya, ia dan anak-anaknya mengelolah tanah tersebut dengan menanami jagung, sebagai sumber penghidupan, dari hasil kebun tersebut itulah ia mampu bertahan hidup, bersama anak, menantu, cucu, yang menjadi tanggung jawabnya. 

Selasa, 21 Februari 2017

Berbagi Ilmu Pengetahuan dengan Cinta


"Cerita Kita, tentang  Kampung, Harapan dan Cita-cita"

Cerita dari Desa Betaua


Datang dan pergi bersama kabut. Begitulah situasi cuaca yang menyambut kedatangan kakak-kakak Sahabat Pulau Palu saat memasuki desa Betaua, kepulangan mereka pun demikian. Dalam kabut, Bus yang mereka tumpangi perlahan meninggalkan kami yang masih berdiri di jalan raya melepas kepergian kakak-kakak yang kece, dan baik hati.  





Gambar 1.  Kakak-kakak Sahabat Pulau sedang menjelaskan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat di Sekolah Dasar Negeri Betaua.

Kedatangan Komunitas Sahabat Pulau Palu di Desa Betaua pada 23-25 Desember 2016, membawa energi positif bagi masyarakat desa Betaua. Dari serangkaian kegiatan yang positif tersebut mereka juga membagikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi anak-anak, perempuan serta masyarakat desa Betaua, yang sampai sekarang masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.
                                   
Bagaimana tidak, setelah mengikuti pelatihan yang di fasilitasi oleh Komunitas Sahabat Pulau, ibu-ibu sangat antusias untuk meneruskan dan mengembangkan ilmu yang mereka dapatkan saat pelatihan. Salah satu ilmu yang sudah dikembangkan dari hasil kunjungan tersebut adalah pembuatan keripik bawang.

Tepat pada tanggal 12 Februari melalui akun facebooknya Ibu kepala desa memasarkan keripik bawang hasil buatan ibu-ibu PKK, yang dikerjakan secara bersama-sama dan di kemas pula dengan kemasan pemberian dari sahabat Pulau Palu, sebagai bentuk semangat agar ibu-ibu terus meneruskan usaha tersebut.

 

Gambar II. Ibu-ibu PKK sedang membuat dan mengemas keripik bawang.
(Sumber akun facebook Ibu Ernawati).

Menurut Bapak kepala desa, bahwa hasil dari penjualan kripik bawang itu sekitar Rp. 800.000 yang akan menjadi tabungan serta modal awal bagi ibu-ibu PKK untuk dapat terus mengembangkan produk keripik bawang tersebut.

Tidak hanya itu kepala desa juga mengungkapkan, bahwa usaha home industri ibu-ibu PKK Betaua akan bekerja sama dengan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) dan
DEKRANASDA (Dewan Kerajinan Nasional Daerah)   Kabupaten Tojo Una-una. Semangat pemerintah desa Betaua dalam mengembangkan usaha ini tak luput dengan cita-cita pemerintah desa untuk mensejahterakan masyarakatnya khusunya perempuan, yang di anggap memiliki potensi untuk berkembang namun terkendala dalam hal kreatifitas dan modal. Seperti yang dicita-citakan oleh Komunitas Sahabat Pulau Palu, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa.

Betaua yang termasuk salah satu desa yang memproduksi bawang di Kabupaten Tojo Una-una tidak hanya sampai pada produksi bawang menjadi kripik, tapi juga mendorong agar desa Betaua menjadi desa yang mandiri secara ekonomi di sektor pertanian bawang secara Nasional.

Di kalangan anak-anak kehadiran Sahabat Pulau Palu benar-benar mendapatkan tempat yang baik di hati mereka. Setelah kepergian kakak-kakak SP kami membuat pertemuan membaca setiap seminggu sekali di luar ruangan, di halaman sekolah, di kebun, di pasar dll. Buku-buku yang kami baca adalah buku-buku pemberian dari kakak-kakak Sahabat Pulau, yang tidak hanya sebatas membaca tetapi kemudian kami mendiskusikan apa yang telah kami baca bersama.

Salah satu yang menjadi pembahasan kami adalah mengenai pohon, seperti yang sudah kakak-kakak SP jelaskan pada kali pertama petemuan tentang fungsi Pohon dan mengapa pohon menjadi penting. Tak menyangka setelah sebulan pasca menerima pengetahuan mengenai pohon, anak-anak masih mengingat ilmu tentang apa dan bagaimana fungsi pohon yang disampaikan oleh Kakak Agus sebelum melakukan penanaman pohon.
 
Demikian pula mengenai apa fungsi mangrove yang dijelaskan oleh Kak Muzi saat penanaman mangrove di pantai. Sehingga sangat membantu membangun kesadaran kritis anak-anak mengenai mengapa pohon penting untuk di tanam, di rawat, dan di jaga.

Maka dari itu pohon yang di tanam di lapangan Desa Betaua di jaga, tidak hanya oleh anak-anak juga masyarakat Betaua. Mereka melindungi pohon yang sudah di tanam bersama-sama kakak-kakak Sahabat Pulau, dengan memagari agar tidak di makan oleh sapi dan kambing. Setiap hari tanpa diingatkan anak-anak selalu menyirami pohon yang sudah jauh-jauh di bawah oleh kakak-kakak Sahabat Pulau Palu tersebut.

 
Anak-anak desa Betaua sangat terinspirasi pada cita-cita dan semangat kakak-kakak Sahabat Pulau yang sangat besar. Semangat tersebut mereka tuangkan dalam sebuah surat. Surat ini terinspirasi dari cerita kak Windha tentang cita-citanya yang sangat tinggi pada empat orang anak di bawah pohon mangga siang itu sebelum keberangkatan balik ke Palu.

Salah satunya adalah Uwam, anak laki-laki yang berusia 9 tahun. Siang itu, pasca keberangkatan Kakak-kakak Sahabat Pulau ke Palu. Ketika saya sedang memarkir sepeda motor di bawah pohon mangga, seorang anak menyapaku dengan begitu semangat. 

"Kak Rara sudah saya buat surat buat kak Windha. Terus mau di kirim lewat mana?" tanya Uwam. Kemudian ia berlari menuju rumahnya dan kembali dengan selebar kertas putih ditangannya. Diserahkannyalah kertas itu padaku 

‘O.. ini surat Uwam, pintar sekali Uwam membuat surat," Kataku pada Uwam yang saat itu masih berdiri disampingku.

Surat tanpa amplop itu dilipatnya dengan sangat rapi. Di atasnya tertulis dari Uwam, buat Kak Windha. 

“Kata kak Windha saya akan diberikan hadiah. Lantas bagaimana cara mengirimkan hadiahnya? Apa mungkin bisa lewat Internet?"  Uwam kembali bertanya. Kali ini dengan wajah yang semakin tampak bingung karena kataku surat Uwam akan dikrim melalui internet.

Uwam terinspirasi menuliskan surat kepada kak Windha, lantaran siang itu ia mendengar kisah Kak Winda yang bertemu dengan pengisi suara film Naruto hanya karena menuliskan surat sebagai penggemar Naruto, juga diyakinkan dengan foto yang diperlihatkan Kak Windha kepada Uwam dan teman-temannya. Dari perbincangan itu mereka berjanji akan saling berbalas surat, dan kak Windha Akan membalas surat Uwam di sertai dengan hadiah.

Begini isi surat Uwam..

Buat Kak Winda..

Aku setiap sore bermain takraw, dan aku suka sekali bermain bersama para sahabat sejatiku. Aku suka membaca dan menulis, dan aku bangga bisa sekolah. Aku suka menanam pohon, buah-buahan, dan umbi-umbian. Aku juga suka memelihara hewan seperti ayam. Dulu aku sering kali menyapu halaman rumahku, agar terlihat indah dan tidak ada kotoran yang menumpuk seperti bungkusan permen dan tempat minuman.

Aku juga suka menonton film sinetron anak jalanan dan film naruto. Aku bangga mempunyai cita-cita. Oh. Iya nama asliku Nurham.

Betaua, 25 Desember 2016.

Nurham atau Uwam.

Demikianlah secarik surat Uwam yang ditujukan kepada kakak Windha. Sebelum surat ini lahir, di bawah pohon mangga yang rindang telah terjadi perbincangan antara kami, yakni Kak Muzi dan kak Windha, Mustafa, Uwam, dan dua temannya.


Gambar III. Kakak Windha dan Kakak Muzi  (Betaua, 25/12/2016)

 "O.. iya nanti kalau kalian mengirim surat akan kakak Windha balas suratnya dan akan kak Windha berikan hadiah," kata Kak Windha kepada ke empat anak tersebut  siang itu.

"Nanti yang ditulis tentang kegiatan sehari-hari dan tentang lingkungan yah.." 
kak Windha menimpali.

Selain itu pula Kak Windha juga menjelaskan tentang bagaimana pentingnya menjaga kesehatan dengan cara selalu memotong kuku yang sudah panjang. Sembari kak Windha memberikan contoh dengan memperlihatkan kukunya yang nampak bersih dan mengkilat, begitu juga kak Muzi yang tak mau kalah juga memperilhatkan kuku-kukunya.

"Kalian jangan lupa potong kuku yah, agar kuman-kuman tidak masuk ke perut yang akan mengakibatkan cacingan." Tutur Windha yang hendak beranjak dari tempat duduknya. Karena bus yang mereka tumpangi akan segera berangkat.
"Ah.. nanti kalau kita berkirim surat lewat mana?" Tanya Uwam dengan wajah bingung. 

"Nanti surat kamu diberikan sama kak Rara yah Uwam, dan oleh kak Rara akan kirim lewat email." Jawab Kak Windha. 

Uwam pun semakin kebingungan tentang internet dan email. (Pembelajaran menganai IT akan menjadi pembelajaran kita pada pertemuan selanjutnya).

Betaua, 7 Januari 2017. Petang hari kami kembali membaca dan membahas mengenai surat menyurat. Aco, Munif, Fadli, Arul, Iman, Via dan anak-anak yang lainnya mengutarakan keinginan mereka untuk menulis surat. Semangat menulis surat ini rupanya terpengaruh dari Uwam. Sehingga mereka mulai terpanggil untuk menuliskan surat yang berisikan kegiatan sehari-hari, dan harapan serta cita-cita, seperti yang terdapat di majalah Bobo dan Kuark yang kami baca.


 Gambar IV.  Kegiatan membaca.
Lokasi Pasar desa Betaua.

Dampak positif dari kedatangan Sahabat Pulau Palu di desa kami, tidak hanya bercerita tentang Pohon. Kakak-kakak Sahabat Pulau juga mengajarkan bagaimana cara membedakan antara sampah organik dan sampah non organik serta cara pengelolaan sampah basah dan kering, sampai pada bagaimana cara pengelolaan sampah kering sehingga menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat.

Pun mengenai bagaimana menjaga kesehatan dengan mencuci tangan dengan baik dan benar, menggunakan sabun dan harus di air yang mengalir, menjadi materi yang sangat manarik dalam kunjungan sahabat Pulau Palu yang hanya dua hari di desa Kami.

Sampai disini dulu yah kak surat kami. Satu hal yang ingin kami sampaikan, pengalaman serta ilmu yang bermanfaat ini, tak akan kami lupakan, juga akan selalu kami praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, sehat selalu kakak-kakak sahabat Pulau Palu. Semoga semesta dapat mempertemukan kita semua dalam keadaan sehat, sehingga kita bisa berenang dan senam sehat bersama kembali yah, kak. Oh iya.. sekarang sedang musim kelapa muda loh.. 

Gambar V. Penutupan dan Foto Bersama kepala Desa Betaua  


Sampai Jumpa

















Selasa, 07 Februari 2017

Menanti wangi sedap malam di sudut kota air

Menunggu pagi, di sudut ruang makan salah satu hotel di Kota Berair  Luwuk. Dini hari, mata tak juga terlelap. Setelah melalui perjalan panjang lintas kabupaten, seharusnya saya terbaring, merebahkan tubuh ini di atas kasur yang empuk bersama yang lainnya. Pukul 04.00 sendiri, bersama tugas yang sebentar lagi selesai. 

Desiran ombak terdengar menghantam pesisir pantai yang sedang menunggu pagi, angin laut  menerobos masuk ke jendela, masuk ke sum-sum tulang tanpa pamit. Aku masih terjaga,  tak terasa kantuk ataupun dingin.  “kenapa belum istirahat? Seseorang menyapa dari  sebuah mesenger ‘mungkin karena pengaruh kopi’ lanjutnya. entahlah...

Banyak pikiran, banya tugas, entahlah..
Ku bangunkan respsionis dengan memencet tombol yang terdapat di meja resepsionis.
‘mas, kamar mandinya dimana yah..??
Tiba-tiba mules, mungkin karena masuk angin selama perjalanan yang menghabiskan waktu sampai 8 jam untuk sampai ke kota ini tanpa menggunakan jaket.  Padahal sudah di ingatkan, tapi memang dasar pelupa.  

Berbicara tentang Kota Air. Aku tak punya kenangan special tentang kota ini, kecuali saat kami mengikuti pelatihan beberapa tahun lalu, dan hanya biasa saja menurutku. Tapi bagaimana dengan dia?  Yang seakan  kaget mendengar keberangkatan ke kota ini.

Beberapa jam, duduk, berdiskusi dengan tembok, dan laptop. Sampai pagi. Apa yang aku lakukan di sudut kafe hotel?? Tugas tak kunjung selesai...
Suara azan tiba...
Yah... hanya do’a yang bisa menenangkan hati.
Maaf Jack memaksa hadir dalam  ruang hatimu, yang aku tahu, bahwa  tak ada ruang sedikitpun untukku.  



Bersekolah di Masa Pandemi

 Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada  senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Un...