Jumat, 20 Agustus 2021

Meningkatnya Kawin Anak di Masa Pandemi


Foto Pribadi 









Dimasa  pandemic seperti saat ini banyak orang merasakan dampaknya. kesulitan secara ekonomi adalah salahsatunya. Dan yang paling rentan merasakan dampak tersebut adalah perempuan. Bagaimana tidak,  perempuan penjual gorengan misalnya, ia harus menutup warung gorengannya di masa PPKM seperti saat ini, belum lagi bila suaminya di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Perempuanlah yang harus menanggung semua beban produksi dan reprodukai sosial.

Contoh lain adalah perempuan pencari nike (read ikan teri). Di masa pandemik seperti saat ini segala sesuatu hal dilakukan untuk dapat menopang ekonomi keluarga, termasuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Selain mencari nike perempuan-perempuan di Desa Cempa maupun di Desa Bonevoto memanfaatkan sumber daya alam dengan mencari nike dan mengumpulkan batu, disamping itu juga mereka kadang menjadi buruh tani. 


Ibu Afni dan ibu Sumarni misalnya, sembari menunggu-nunggu pembeli batu yang datang, mereka berkerja sebagai buruh nike disalah satu saudagar yang memiliki alat tangkap yang besar. 


”Saat ini matahari tidak menentu, kadang pagi panas, menjelang sore sudah hujan” ujar ibu Afni kepada ibu Sumarni. Kedua perempuan ini bercakap-cakap tentang sulitnya masa-masa ini, anak-anak mereka pun tidak lagi sekolah, dan sekarang sudah mebantu ibu bapaknya menjala nike, anak ibu Sumarni pun sudah menikah di usia muda. 

 Dampak pandemic tidak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, namun juga berdampak pada siklus kawin anak. Kasus kawin anak semakin meningkat semenjak virus korona menyebar di Indonesia anak-anak. Menurut Kemen PPN/Bappenas, 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun beresiko menikah dini akibat covid-19, bahkan Kementerian PPPA mencatat hingga Juni 2020 angka perkawinan anak meningkat menjadi 24 ribu (Suara.com,2020). 


Meskipun UUD tentang perkawinan NO 1 Tahun 2014 (direvisi tahun 2019),  negara menaikkan usia perkawinan pada pria dan perempuan di angka 19 Tahun. Namun tetap saja angka kawin anak meningkat, sebab pernikahan bias terjadi meskipun belum tercatat secara hokum, pernikah dapat dilaksanakan secara agama maupun secara adat.


Beberapa factor terjadinya kawin anak dimasa pandemic, selain pergaulan bebas, tekanan ekonomi,  penutupan sekolah menjadi salah satu factor para anak perempuan merasa menjadi beban keluarga sehingga memilih menikah usia muda. Anak-anak yang tidak lagi mengikuti proses belajar di sekolah  akibat pandemic, terjerumus dalam situasi hubungan ”pacaran” yang menyebabkan orang tua mesti menikahkan anak perempuan mereka. Kondisi seperti saat ini sangat berpengaruh pada kondisi mental anak yang kemudian memilih bercerai dengan alasan mengalami kekerasan rumah tangga. 


Hal ini yang kemudian menjadikan kemiskinan kepada perempuan semakin melekat, perempuan mesti bekerja, untuk memenuhi dirinya, memenuhi kebutuhan anaknya, pasca bercerai.  (Suami kadang lalai dan tidak memenuhi nafkah kepada anak dan mantan isterinya). Mau tidak mau anak perempuan dan anaknya mesti dibebani oleh orang tua mereka yang memiliki ekonomi pas-pasan. 


Hal ini kemudian UUD  Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera di Sahkan, sebab UUD yang diusulkan pada tanggal 26 Januari 2016 ini mencakup mulai dari pencegahan, pemenuhan hak korban, dan pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan selama proses hukum. Meskipun UUD PKS belum disahkan secara resmi, banyak lembaga yang focus pada perlindungan perempuan dan anak, telah membantu dan mendampingi korban selama mengalami kasus kekerasan. Tercatat oleh LIBU Perempuan bahwa di Sulawesi Tengah tercatat 33 kasus kawin anak di Sulawesi Tengah Pasca bencana


Gambar 2. Ilustrasi Google


 Dewi Amir dalam unggahan facebook pribadinya menyatakan “Anak-anak kita makin rentan, pada situasi normal, mereka adalah bagian dari kelompok rentan, apalagi pada situasi pandemi seperti saat ini. Anak-anak harus diberikan perlindungan dan pemenuhan atas hak-haknya. Itu adalah mandat Undang-undang..Kota Palu memiliki Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak anak. Di dalamnya, termasuk kerentanan pada saat bencana seperti saat ini. Kabupaten Sigi telah memiliki Peraturan Bupati tentang Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif atau PKSAI, juga Kabuapten Donggala.


Persoalan penanganan anak, adalah persoalan koordinasi dan kolaborasi  tidak hanya DP3A, tapi juga DINSOS, DISDIK, DINKES, DUKCAPIL dll. Kenapa? karena persoalan anak adalah persoalan yang tidak tunggal, tapi multidimensi, dipastikan terdaftar di KK, dipastikan bersekolah dan tidak dibully, dipastikan akses kesehatannya dll...Pola koordinasi melalui PKSAI (Pusat Kesejateraan Sosial Anak Integratif) adalah salah mekanisme koordinasi baik, dimana semua layanan perlindungan anak disatukan dan dijalankan sesuai tupoksi masing-masing. 

Kemarin, pada saat rapat dengan Satgas Covid 19 Provinsi, kami menyampaikan, agar data maupun pencegahan Covid, harus memiliki perspektif perlindungan anak, perempuan dan kelompok rentan. Karena, jangan sampai kebijakan2 itu, justru berdampak tidak baik untuk anak2. 

Kementerian, baik KemenPPA maupun Kemensos saat ini telah mulai melakukan pendataan, tentu saja dengan tujuan melakukan intervensi terbaik buat anak2 kita. 

Kita belum tau Covid akan sampai kapan, namun upaya pendataan anak2 yg org tuanya meninggal katena Covid harus dilakukan berbasis desa, kelurahan (RT). Tidak hanya memastikan anak2 terlindungi sesuai hak2nya, namun harus dipastikan tumbuh kembang anak2 kita, dan keberlanjutan pola asuh mereka... Karena jika lalai, maka biayanya akan sangat besar dikemudian hari bagi bangsa ini.

Mari bersama-sama,  bergandeng tangan, memberikan perlindungan terbaik bagi anak-anak kita” pungkas pimpinan LiBu Perempuan Kota Palu. 

Kabupaten Tojo Una-una menurut data survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015. Menunjukan Usia Kawin Perrtama (UKP) atau pernikahan dini  mencapai 12,84 persen. Pada  masa pandemi Covid-19 yang belum usai, terjadi lonjakan angka pernikahan dini di Indonesia.   berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020.

Perlu adanya perhatian dari semua pihak , yakni orang tua, pemerintah, guru dan masyarakat dalam hal menkan angka kawin anak. Mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak, bunuh diri remaja, , angka kematian ibu dan bayi, busung lapar dll. Sehingga perlu dikeluarkan regulasi yang mengatur tentang hal-hal demikian, untuk mencegah kemiskinan yang bekepanjangan. 





Catatan : nama tokoh diatas adalah fiktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bersekolah di Masa Pandemi

 Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada  senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Un...