Saya lahir di desa Pusungi. Sebuah desa
yang terletak di kawasan Tanjung Api, teluk Tomini. Tanjung Api
adalah kawasan yang memiliki gas api yang sangat tinggi di Sulawesi
Tengah. Kawasan ini terletak di kabupaten Tojo Una-una. Dulu lokasi ini adalah
hutan Cagar Alam Tanjung Api, dgn luas 4. 246 ha. Berdasarkan SK Menteri
Pertanian No 91 tahun 1977 tanggal 21 Februari[1].
Ditetapkan sebagai CA Tanjung Api Sulawesi Tengah, sebagai perlindungan pada
api alam dan gua air. Yang pada tahun 2006 kawasan Cagar Alam Tanjung Api
ditetapkan menjadi Bandara Tanjung Api.
Saya teringat ketika masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Waktu itu saya
mengambil Jurusan Pariwisata yang menjadi salah satu pilihan kunjungan wisata kami adalah di objek
wisata Tanjung Api. Kami memustuskan untuk mengambil rute jalan kaki melintasi
hutan Tanjung Api. Karena kata guru saya agar kita dapat belajar sambil berjalan. Karena di
hutan tanjung api terdapat berbagai flora fauna yang langkah dan unik saat .
Yakni :
Flora : Ketam
Kenari, Monyet Hitam, Burung Maleo dan Ular. (punah)
Fauna : Pangi, Kayu bayam, Siuri, Palapi dll. (terancam punah).
Fauna : Pangi, Kayu bayam, Siuri, Palapi dll. (terancam punah).
Juga di dalam kawasan hutan Tanjung Api
terdapat Gua air. Kenapa dinamai sebagai Gua Air sebab di dalam Gua
tersebut terdapat air yang menyerupai kolam. Menjadi tempat permandian saat
mencari kayu saat menjelang Pramuka. Gua ini juga di huni oleh
Kelelawar.
Hamparan pasir putih, nampak ketika kita tiba di Tanjung Api. Dikatakan Tanjung Api karena terdapat api yang tidak terlihat hanya terdengar suara gas di sepanjang pantai Tanjung Api. Kita akan melihat api ketika kita melemparan kayu kering di sumber suara gas. Di ujung pantai di antara rimbun hutan mata air 'tawar' orang-orang menyebutnya "Air Malu" sebab konon bila kita mandi telanjang airnya akan surut bahkan sampai kering.
Pada saat pembukaan lokasi Bandara pertama kali, banyak binatang buas seperti Ular sawah, Babi Hutan, Rusa yg keluar dari kawasan hutan Tanjung Api sampai di kampung. Sampai ke halaman rumah.
Cerita mistik tentang hutan Tanjung Api kerap terdengar dari mulut masyarakat. Tentang makhluk jadi-jadian yang menyerupai Kera, bahkan sampai ada masyarakat yang menceritakan jikalau ia sempat di culik berminggu-minggu dan tinggal bersama Kera di tengah hutan.
Cerita mistik dan jatuhnya korban di lokasi
pembangunan bandara membuat resah penduduk. Sehingga dibuatlah upacara
adat pemotongan sapi dan kambing di lokasi pembangunan bandara sebagai
bentuk acara membangun rasa toleransi antara penghuni hutan entah yang nyata
maupun yang gaib. Sebab masyarakat percaya bahwa sebagian penghuni hutan adalah
makhluk gaib yang menjaga hutan dan kampung. Dan bila upacara potong Sapi tidak
segera dilakukan makan korban akan terus berjatuhan dan binatang buas akan
semakin berkeliaran di kampung.
Hutan semakin sedikit terlihat dari atas pesawat,
ketika saat landing dari Palu. Hutan yg dulu kami jelajahi
tak nampak hijau dan luas lagi. Yang nampak hanya seperti garis yang
ternyata adalah pepohonan Kelapa yang sudah tidak lagi produktif.
Hutan dan Masa Kecil
Habitat hutan Tanjung Api tak lagi asing bagi kami. Setiap hari setelah pulang dari Sekolah kami selalu bermain ke dalam hutan, mencari jambu, mencari kelapa, mengejar ayam hutan, dan mengambil tongkat kayu.
[1] http://telukpalu.com/2008/05/cagar-alam-tanjung-api/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar