Kamis, 29 Juni 2017

KISAH SI MISKIN YANG TERANIAYA





Sudah jatuh tertimpah tangga pula. Mungkin pepatah ini yang patut disematkan pada keluarga Abd Halik Ahi. Akibat perlakuan baiknya menolong Bapak paruh bayah yang bernama Risman (alm), sehingga ia lantas menerima perlakuan yang tidak adil dari pihak kepolisian, yang memeras (meminta uang) dan mengancam melalui sms pada keluarganya.

Begini ceritanya.

Petang tadi (29/06/2017),  istri dari Bapak Halik Ahi bercerita tentang kerisauan hatinya, lantaran sudah empat bulan ini motor milik suaminya tak kunjung diberikan oleh pihak kepolisian resort Tojo Una-una. Suaminya di tuduh  melakukan tindak pidana kepada saudara Risman yang meninggal saat di bonceng oleh suaminya, saat dalam perjalanan sepulang dari Bunta.

“Saya masih ingat, malam itu, Bapak Risman datang ke rumah, meminta tolong kepada suami saya, untuk di antarkan pada keluarganya yang berada di Bunta. Malam itu, cerita suami saya sepulang dari kejadian tersebut, Bapak Risman masih baik-baik saja dan nampak sehat, Bahkan ia meminta untuk dibelikan rokok, kalau tidak salah rokok Djisamsoe, dan sisa uang pembelian rokok, di mintanya untuk dibelikan permen. 

Selama perjalanan motor suami saya lampunya mati dua kali berturut-turut. Yang anehnya, setiap bapak Risman turun dari motor, lampunya selalu menyala kembali, suami saya pun  keheranan. Sepulangnya dari  Bunta, bapak Risman, di pikir suami saya tertidur saat dalam perjalanan, dipegangnya dengan erat terus tangan bapak Risman, agar bapak Risman tidak terjatuh dari motor.  

Saat memasuki daerah Balingara, jalannya agak terjal, dan suami saya dengan seketika, melepas tangannya  yang selama perjalan selalu erat memegang tangan bapak Risman, karena ia memegang setir motor, dan berkonsentrasi pada jalanan. Sungguh terkejut, suami saya merasakan bahwa Bapak Risman terjatuh, sungguh tak di sangkanya bahwa bapak paruh baya yang terus dipegangnya erat tadi, tak  lagi berada di motornya, dilihatnya bapak Risman tergelatak di jalanan dan dalam keadaan sudah tidak bernyawa, padahal mereka tidak mengalami kecelakaan sedikitpun. Kata suami saya kejadian itu sekitar pukul sebelas malam. Ia pun tersontak bertertiak-teriak. Kaget. Selang beberapa menit, Sdr. Pulu (warga Desa Pusungi) datang, ia yang sedari tadi mengikuti dari belakang motor pun kaget, atas kejadian terebut".

"Tak lama kemudian pihak kepolisian datang, dan mengangkut, mayat Bapak Risman, dan suami saya, berserta motornya. Mayat bapak Risman di  antar kerumah sakit, dan suami saya di antar ke Lantas Tojo Una-una, serta motornya. Sampai sekarang motor kami, tak kunjung diberikan, padahal anak saya sudah mau sekolah. Dan hanya motor itu  satu-satunya yang mendukung kehidupan kami.  Polisi yang bernama Y, padahal sudah kami berikan uang sejumlah Rp. 300.000,- namun tak pula ia keluarkan motor tersebut, bahkan si polisi tersebut mengancam dengan mengatakan bila motor tersebut tidak di tebus, suami saya akan di penjarakan”.

Kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan di Desa Pusungi, antara pihak pertama keluarga Bapak Alm. Risman yang mewakili Bapak Ismail Jirman dan Pihak Kedua yakni bapak Halik Ahi, dengan isi surat pernyataan yakni :

1.       Kami pihak pertama dan kedua tidak keberatan atas kejadian kecelakaan lalu lintas tersebut.
2.       Kami pihak pertama dan kedua sudah tidak saling dendam, dan sudah saling memaafkan.
3.       Kami pihak pertama tidak menuntut pihak kedua, dan sudah melakukan perdamaian antara kedua belah pihak.
4.       Kami Pihak kedua bersedia membantu biaya perkuburan
5.       Kami pihak pertama tidak menentukan biaya tersebut dari malam ke (3), (7), (10), (14), (20), (40), dan seterusnya. Surat ini di tanda tangani oleh kedua belah pihak di atas  materai 6000 ini juga di tanda tangani  oleh kepala desa Pusungi Bapak Saggaf Lapairi, dan beberapa orang saksi, yakni :

1.       Udin I. Jirman
2.       Darman I. Jirman
3.       Epi

Surat keterangan damai ini, diharapkan mampu membantu beban bapak Halik Ahi mengeluarkan motornya yang di tahan oleh pihak kepolisian. Menurut bapak Halik Ahi, ia sudah membuat surat keterangan pinjam pakai, karena ia sangat membutuhkan motor tersebut. Namun apa daya saya motor jenis Vega ber DN 3376, tak kunjung diberikan, padahal motor tersebut, dalam keadaan tidak sedang cacat pajak. Artinya, pihak kepolisin tidak punya hak untuk menahan motor bapak Halik Ahi.

 I isteri bapak Halik tak dapat membendung tangisnya, mengingat kemalangan yang menimpa keluarganya. Ia yang hanya berprofesi sebagai petani sayur, tak lagi dapat memutar modalnya, lantaran hasil dari jualan sayur, sudah di pakai untuk membiayaai perkuburunan Alm. Risman sampai dengan pembacaan tahlil sampai malam ke 100. Sedang  bapak Halik Ahi, yang hanya berprofesi sebagai tukang bendi, hanya dapat  berdo’a agar Bapak Y (Polisi yang menahan motor) dapat mengeluarkan motornya. 



Rabu, 21 Juni 2017

Ngalor ngidul

https://www.evernote.com/shard/s709/sh/07647abf-5442-4fec-8297-406c5189ff74/ba9633fcca7baba5749457540b313e43

Senin, 05 Juni 2017

Surat Untuk Bapak


Dear Bapak..
Aku tak tahu harus memanggilmu apa? Mengenalmu pun aku tak pernah. Hanya sekali saja aku mendengar suaramu melalui telefon yang beberapa kali telefon kami tak pernah kau angkat, seakan kau menghindar dari kehidupan kami. Aku hanya mengenalmu dari foto-foto yang terpampang di dinding, berjejer di antara foto pernikahan keluarga Bunda. Juga pernah ku menemukan fotomu selagi muda bersama bunda yang tersimpan rapi di laci meja kerjanya.
Lainnya aku mengenalmu dari cerita-cerita orang-orang terdekat. Tentang suaramu yang menggema di saat acara-acara pesta pernikahan, dan lomba-lomba qasidah. Yang aku tahu namamu terdapat di dalam Asma Allah, yang tak ingin aku ucapkan di saat semua Asma Allah dilantunkan oleh anak-anak pengajian di rumah Nenek. Nama itu menjadi momok ketika ada yang membacakan Asma Allah tersebut. Seharusnya aku tak marah, sebab itu adalah Asma Allah yang harus aku puja-puji. Tapi entah kenapa aku selalu dihantui ketika mendengar nama itu. 

Lahir dari seorang perempuan yang masih muda dan punya cita-cita yang sangat tinggi ingin mengelilingi dunia, adalah kebanggaan tersendiri bagiku, tetapi juga menjadi kerisauan dalam benakku. Takut kehilangan. Sesekali aku merenung dan menangis ketika hendak mengetahui ibu telah pergi tanpa pamit, atau melambaikan tangan di sebuah mobil. Aku tahu bahwa semua perlakuan itu bukan tanpa alasan, ibu hanya tidak ingin menyakiti hatiku bila melihat ia melambaikan tangan dan meninggalkanku dengan alasan yang belum bisa aku terima dalam logikaku.

Sampai saat ini yang aku tahu Ibu adalah dia yang selalu ada menemaniku, menyuapiku makanan di saat lapar, mengambilkan air minum di saat aku haus, menemaniku di saat aku ingin tidur, memandikanku di saat badanku kotor, dan mengantarkanku ke sekolah. Alasan satu-satunya yang aku tahu bahwa ibu pergi memenuhi kewajibannya yang tertunda saat aku berada dalam kandungannya. Meneruskan kembali sekolahnya ketika tak bersama lagi bersama Bapak. 

Apalagi Bapak. Seharusnya aku bermain bersama Bapak, seperti anak-anak laki-laki yang lainnya. Bermain bola, menonton acara sepak bola, bermain sepeda, atau pergi memancing. Tapi sayang membayangkan kau hadir dalam hidupku pun aku tak kuasa. 

Sebagai anak laki-laki dan cucu laki-laki yang tertua dalam keluarga kami, aku seharusnya lebih bijaksana menerima keadaan ini. Tetapi keadaan ini tidak normal menurutku, terus memaksaku untuk merontak bahwa aku haus akan kasih sayang. Sungguh tak pelik bagiku bila harus menyaksikan kehidupan kawan-kawan sebayaku yang tertidur pulas dalam kehangatan pelukan sang bapak. Iri hati. Yah, Pasti. Kasih sayang yang tak mungkin kudapatkan ini, terus kemudian menjadikanku pribadi yang kuat, meski agak sedikit cengeng dan berwatak keras. Laku yang tak semestinya ada dalam adab keluarga kami. Entah laku dari gen mana dan siapa yang mengalir di jiwaku, tapi orang-orang selalu mengatakan bahwa begitulah perilaku Bapak. Yang membuat aku semakin geram. 

Sekarang usiaku memasuki tujuh tahun, dan tak kunjung bapak mengucapkan selamat ulang tahun padaku sejak kepergiannya yang entah berapa bulan sejak kelahiranku di dunia. Tak ada satupun benda yang dapat memperkenalkan aku denganmu Bapak, kecuali satu buah syurban yang selalu aku pakai di saat Ramadhan. Kata Ibu itu adalah syurbanmu. Entah kenapa aku sangat dekat dengan benda tersebut, ku pakai di kepalaku dan ku lilit di leherku, sembari berpose di depan kamera, bergaya kesana kemari layaknya artis yang sedang pamer busana. 

Syurban yang selalu membangun rasa percaya diriku untuk tampil di saat sholat jum’at dan sholat Eid. Seperti jimat yang terlahir bersama selaput tali pusatku. Di saat engkau tak ada. Betapa ingin aku mendengarkan suaramu yang merdu di saat pertama kali aku menghembuskan nafas ke dunia, keluar dari rahim ibu, dengan sangat bersusah payah melahirkanku tanpa kehadiranmu.

Aku tahu betapa ibu dengan bersusah payah mengumpulkan energi menahan rasa sakit ketika tiba masa aku harus keluar dari persemaian selama sembilan bulan. Betapa Ibu ingin merasakan kecupan hangat darimu seperti di tiap kali kau lakukan padanya sebelum tidur, setelah ia berjuang mengeluarkanku hasil dari cinta kalian berdua. 

Tak bisa aku menyalahkan siapa dalam hal bertumbuhnya diriku dengan laku yang tak bijak. Tetapi yang aku sesali adalah, kau tak pernah mengingat aku, apakah tak cintanya kau padaku? Lepas dari pergulatan khayalan yang akan menghasilkan pemikiran yang tak baik ini, saya berharap kelak bertemu dengan dirimu, dan menceritakan segala hal yang menakjubkan yang pernah aku lakukan bersama orang-orang yang aku cintai dan juga mencintaiku. 

Jiwaku terombang-ambing, tak mengerti. Hingga sempat ku lontarkan pertanyaan yang mungkin menusuk hati Ibu. Siapa sebenarnya yang melahirkanku? Siapa sebenarnya ibu kandungku? Dan siapa sebenarnya Bapakku? Mengapa begitu banyak ibu yang aku kenal, dan kesemuanya mengakui bahwa merekalah yang melahirkanku, dan membesarkanku. Mengapa begitu banyak bapak yang aku panggil Bapak? 

Selama ibu kuliah aku harus menahan rasa sakit hati dan rindu padanya dengan bermanja-manja yang berlebihan pada orang yang mengasuhku, sehingga kadang membuat ia sangat jengkel dan marah. Ia adalah Tanteku sendiri, kakak kandung Ibu.

Aku yang kemudian aku panggil mama, lantaran mendengar panggilan itu dari kakak sepupuku. Begitupun suaminya, aku memanggilnya Papa. Meskipun aku bukan anak kandung mereka, tetapi perhatian dan kasih sayang begitu sangat tulus ku dapatkan, mengalir seperti air, bahkan kemana Papa pergi aku selalu merengek untuk ikut. 

Sejak kecil, tak pernah ku rasakan belaian kasih sayang seorang bapak, setiap mencium aroma laki-laki, aku selalu memanggilnya Papa. Sebegitunya rindunya aku akan kasih sayang laki-laki di dunia ini. 


Bulan ini adalah bulan Ramadhan, bulan dimana semua orang-orang hanyut dalam ibadah, seperti yang aku liat di rumah Kakek. Semua orang berbondong-bondong ke mesjid untuk sholat tarwih, di rumah kakek dan nenek juga Ibu, meningkatkan bacaan Alqur’an dan sholat wajib dan sunah, suatu pemandangan yang tak biasa. Apalagi bagi Bunda. Di tengah kesibukannya kadang ia lupa untuk menghadap tuhan. Tapi lepas dari ibadah seseorang yang hanya Tuhan yang dapat menilai. Aku hanya ingin bilang, bahwa aku sangat bahagia hidup dalam keluarga ini, curahan kasih sayang yang melimpah, perhatian dari kakek yang selalu mengajarkan tabiat-tabiat rasul dan malaikat-malaikat Allah. Meskipun kadang membuatku jengkel, lantaran di setiap pagi dibangunkan untuk pergi kesekolah, di tengah asyiknya bermimpi bermaian bersama Naruto. 

Kasih sayang Nenek, yang selalu mmebuatkan ku susu saat hendak berangkat sekolah. Kasih sayang Mama yang tak pernah bisa kulupakan, serta Papa yang banting tulang menjagaku, mengajarkanku keberanian jiwa laki-laki yang sebenarnya, meskipun Papa sudah beberapa bulan ini tak jua pulang ke rumah, bukan karena Papa meninggalkan kami, atau mengikuti jejak Bang Toyib, tetapi Papa sedang pulang ke kampung halaman di Manado, untuk menjenguk Papinya yang sudah sepuh. 

Memiliki Kakak-kakak perempuan yang sangat cantik perangainya, Memilki Ayah, Mami, Pade, Indo, Bibi Nita, dan Memiliki Papa satunya lagi adalah anugrah dalam hidupku, yakni Papa U. Kakak Ibu. Tempat saya berkeluh kesah, seperti yang lainnya, dan tempat saya berlindung dan meminta uang jajan. Memiliki tiga adik dari saudara Ibu pun adalah kebanggan tersendiri bagiku. Walau kadang kami selalu bertengkar lantaran keegoisanku yang berlebih, tak mau di kalah, sampai aku harus melayangkan tangan pada adik-adik yang begitu aku sayangi. 

Memiliki Ibu yang masih muda dan lincah perangainya, kadang membuatku cemburu, dan merasa kasih sayangnya terbagi, karena kedekatannya dengan adik-adik sepupuku juga pada teman-temannya yang hilir mudik datang ke rumah. Aku kadang merasa diabaikan.
Semenjak berpisah dengan bapak, ibu belum lagi menikah, padahal usianya masih terbilang muda. Atau karena ia masih merasa trauma yang mendalam untuk bangkit lagi membangun rumah tangga dengan kehadarinku yang belum cukup dewasa untuk menerima sosok orang asing dalam kehidupan kami. Tetapi aku yakin, bahwa di luar sana, banyak pria yang menginginkan cintanya. 

Beberapa kali aku di ajak bercerita dengan teman-teman laki-laki dan perempuan melalui telefon. Ada yang berbicara tentang buku bacaan, dunia literasi yang membuat aku rajin menyuruh ibu untuk membacakan dongeng-dongeng sebelum tidur, ada yang bercerita tentang Naruto, tokoh kesukaanku. Bahkan sempat dulu ada teman Ibu yang membelikanku mobil-mobilan, namun sayang mobil-mobilan itu tak bertahan lama, sebab selalu ku obrak-abrik, seperti montir mencontohi apa yang aku lihat di bengkel Papa U. 

Yang aku tahu, bulan Ramadhan ini, aku selalu bersama ibu Rara Laki, dan tak ingin berpisah darinya.

Pelarian seorang TKW




Hai Jacki Musyafir
Apa kabar?

Tak henti-hentinya jiwaku selalu menggelora mengirimkan surat kepada dirimu, Patjar Imaji. sudah kau bacakah surat terdahuluku.? 
pasti belum. yah.. pasti. karena kau jelas tak ada. 
Jack. sebuah nama seperti sebuah ilham yang jatuh di dalam mimpi, dan aku menyematkannya pada sebuah sosok imajinasiku. 
Tapi di bulan Ramadhan ini, aku akan sedikit mengubah namamu, menjadi lebih ke-islamia. Seperti Muhammad Jack, atau Jack Mustafa, atau Jacki  Musyafir. yah. pantas. Karena kita akan selalu berkelana.  

Saat ini aku sedang berada di Kota, dimana pertama kali kita bertemu (dalam khayal). Dan tak sengaja saat di kota, aku bertemu Gea temanku semasa di Asrama penampungan TKW. Tak sengaja, kami berpapasan di Mall, saat memilih-milih sepatu. Ghea masih sangat cantik, saat terakhir kami bertemu ia tak berubah, cara berbicaranya, aku suka. Bagaimana cara ia mengeluarkan kata-kata sangat tersusun dengan rapi, dengan bahasa Indonesianya yang sangat baku, dan sesekali menggunakan bahasa Inggris.  Tak di sangka Ia sudah sangat fasih berbahasa Inggris dan bahasa Arab, sepulangnya dari Mesir. Sungguh ia tak pantas untuk menjadi TKW, ia sangat pantas menjadi kepala dinas atau semacamlah, hal ini juga di dukung dari penampilannya yang rapi dan apik.

Sekonyong-konyongnya Gea berbicara panjang lebar tentang pengalamannya saat berada di mesir selama dua tahun. Awalanya ia sangat bahagia tinggal dengan majikan barunya sebab ia mendapatkan gaji yang cukup tinggi di banding saat ia bekerja di Indonesia. itulah mengapa banyak perempuan Indonesia memilih untuk menjadi TKW, sebab gaji di Indonesia sangat sedikit dan bahkan tidak di bayar entah itu gaji oembantu rumah tangga atau gaji buruh di perusahaan, dan kadang mendapatkan kekerasan di lingkup perusahaan atau bahkan majikan itu sendiri, bahkan mirisnya lagi pemerintah tidak peduli dengan tindakan kriminal yang di alami perempuan Buruh.

Saat di Mesir Gea kadang di siksa oleh majikan bila pekerjaannya belum selesai, atau bila anak sang majikan menangis minta susu, dan kadang ia di siksa lantaran di tuduh mencuri, atau di siksa lantaran di tuduh berselingkuh dengan suami majikannya. Penyiksaannya itu berupa pengurangan jatah makanan, dan kadang ia di cambuk, akibat tuduhan perselingkuhan dan itu adalah zina, sebagaimanapun dayanya ia membela diri, namun apa daya tetap saja cambukan demi cambukan itiu melayang di punggungnya. Ia berusaha menahan diri selama setahun tinggal bersama majikannya, sebagai upaya jalan ia dapat  berkomunikasi dengan teman-teman TKW dari Indonesia bila ada kunjungan dari KBRI.  Dalam kesempatan itu ia berusaha melaporkan kejadian yang di alamiya, namun apa daya pihak KBRI tidak menindak lanjuti karena mengangap bahwa masalah itu tidak benar adanya, lantaran pihak Majikan tidak pernah mengakui hal tersebut. 

Hal yang membuat ia terus bertahan selama setahun tinggal di rumah majikan itu adalah gajinya tak pernah tidak dibayarkan, ia selalu menerima gaji penuh walaupn gaji tersebut tidak dapat menghapus penderitaanya. Itu semua ia lakukan bukan lain karena alasan kedua orang tuanya yang sudah sepuh di kampung dan anak semata wayangnya, yang semakin besar dan semakin membutuhkan biaya yang sangat tinggi. 

Namun setelah setahun mengabdi menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri atau buruh imigran, ia tak tahan lagi, dengan perlakuan sikap majikannya yang semakin menjadi-jadi, semakin menuduhnya berselingkuh dengan suaminya, ia semakin di siksa, tidak hanya kekerasan verbal, tetapi sudah sampai pada kekerasan fisik yang harus mendapatkan penanggulangan medis, ia kemudian mengalami cacat pada bagian vaginanya, entah bagaimana manjikannya memperlakukannya dengan sangat keji dan beringas bagai binatang. Dimasukannya suatu benda ke dalam vaginanya ke mudian benda tersebut gonjang-ganjing, sampai merusak alat reproduksi Gea. Pilu.

 Ia tak bisa berbuat apa-apa setelah kejadian itu, dunia menjadi gelap, dan hanya rasa sakit yang ia rasakan sampai ingatannya menghilang.
 
Setahun ia berada di rumah temannya, setelah pelariannya dari rumah sakit. Setelah ia mendengar perbincangan antara majikannya dan salah satu orang yang tak di kenalnya di balik pintu rumah sakit. Bahwa tak ada yang mau meyelesaikan administrasi rumah sakit. Ia hanya bisa meratap dan mengumpulkan semangat hidupnya untuk bisa  kembali kekampung halaman dan berkumpul dengan keluarga dan anak tercintanya. 

Teman yang sangat baik,  merawat Gea sampai benar-benar sembuh. Namun sungguh tak di sangka sama sekali Gea kemudian dimanfaatkan oleh temanya sendiri, ia kemudian di jual pada seroang Germo yang memiliki bar yang besar di Indonesia, ia di berikan izin untuk pulang ke kampung halaman, dan dijanjikan akan diberikan biaya asalkan ia mau bekerja pada Germo tersebut selama setahun, sebagai belas jasa  ketika ia di rawat, yang menggunakan sepenuhnya biaya dari Germo tersebut menurut pengakuan Sita. Teman Gea yang merawatnya selama masa pemulihan. 

Setibanya di Indonesia, tak ada kata yang tak bahagia selain mengucapkan kata syukur, karena telah terbebas dari belenggu majikan yang keji dan laknat, namun teringat lagi janjinya akan belas jasa pada Ibu Poni  yang telah membiayai perawatannya selama masa penyembuhan. Kelam. Matahari pun semakin gelap di tanah Jakarta, negeri tak seindah dari lagu-lagu yang semasa kecil di nyanyikannya, negeri kita yang elok dan amat subur, namun nyatanya semakin mengerikan, keserakahan dimana-mana, kekerasan dan kriminalisasi dimana-mana, dan Gea menjadi salah satu dari semua korban keserakahan yang terjadi di Negeri ini, karena semua dari kita adalah korban dari keserakahan. 

Malam dimana Gea mulai  bekerja, setelah bertemu  dengan Ibu Poni dn membicarakan mengenai hak dan kewajibannya sebagai pekerja seks. Ia kemudian diarahkan   untuk menemui pelanggan pertamanya di hotel Purnama. 

Purnama di atas ibu kota Jakarta seakan murung melihat ia hendak beranjak di atas motor yang berliku di antara kemacetan, menuju Hotel Purnama, tanpa sadar. “hai Purnama masih ingatkah kau, saat pertama kali kau menyapa diriku begitu mesra.  Saat itu  aku merasa begitu dekat dengan cinta”.  
 
Ya... ampun  Jacki Musyafir. Aku benar-benar telah keasyikan menuliskan kisah Gea, bukan bermaksud untuk mengurangi pahala puasa kita di bulan Ramadhan ini, lantaran menceritakan aib seseorang. Namun kisah ini aku anggap sangat penting untuk diceritakan kepadamu, agar kau tahu, dan dunia tahu bahwa penindasan serta keserakahan terjadi dimana-mana, bahkan terlalu banyak bila diceritakan.  Dan semoga keadilan datang pada kami, orang-orang yang tertindas secara kultur maupun secara struktural, dan semoga pemerintah tidak hanya menonton kisah-kisah perih seperti ini.

Dan akhirnya cerita selanjtunya akan ada di surat cinta kita. Karena cintaku selalu lahir dari keluarga, maka saatnya untuk mempersiapkan makanan untuk sahur. Selamat menuaikan ibadah puasa. Patjar Imajiku. Selalu Cinta Tanah Air.

Kertas Surat adalah Sampah



Pusungi, 06 April 2017. 


Dear Jack. 

Apa kabar kamu? Sepertinya sudah lama sekali kita tidak berkabar surat.

Banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu, semoga kau memiliki waktu luang walau hanya sekedar membaca surat  yang tak penting ini.


Sebentar lagi kita akan melewati malam Nuzulul Qur’an dan aku berharap semoga malam itu akan ku lalui dengan hataman Alqur’an pertamaku. Malam yang dimana Alqur’an pertama kali di turunkan, dengan ayat pertama yang mengajurkan pada kita untuk membaca. Iqra’ atau bacalah. Bulan ini sungguh sangat penuh berkah bagiku Jack, yang dimana aku bisa meluangkan banyak waktu bersama kedua orang tuaku yang sudah sepuh, setelah sekian lama aku meninggalkan mereka. 


Kembali ke rumah kali ini, serasa berada kembali  dipelukan mereka semasa kecil. Hanya yang membuat beda adalah sewaktu kecil aku selalu dibangunkan bila waktu sahur tiba, sering merengek minta di gendong ke meja makan, bahkan sampai minta di suapi oleh Ibu. Dan sekarang akulah yang harus mengambil peran Ibu, membuat makanan di saat sahur dan berbuka, membangunkan mereka, mencuci piring, membersihkan rumah, mencuci piring, belanja di Pasar dan segala pekerjaan domestik lainnya. Sangat sibuk. Walaupun apa yang aku sediakan sangat sederhana, dan  tak enak, namun bahagiannya tak ada duanya,  sangat luar biasa. 


Aku sangat merindukan masa-masa ini, berkumpul bersama keluarga, bercengkerama, tertawa, bahkan saling bentak-membentak, namun itulah ciri khas keluarga kami, adalah cara kami melepas rindu. Sangat unik. Pasti tak ada di keluarga yang lain.
  

Malam ini adalah malam kesekian  sahur. (aku lupa, karena tidak ingin menghitung waktu) di bulan Ramadhan. Tahun lalu, aku menghabiskan Ramadhan bersama keluarga baruku di kampung nan jauh di seberang pulau, dan kadang bersama teman-teman baruku di kota, puasa tak karuan sesuka hati, ibadah tak karuan, sungguh berbeda dengan Ramadhan kali ini, aku merasa kembali ke dunia yang di ridhoi Allah SWT. Hati serasa tenang, bahagia.


Kembali ke sarang dimana aku dilahirkan dan dibesarkan setelah melalang buana bersama hidup yang penuh kebebasan. Sekalipun hari ini aku masih merasa bebas, bebas berpikir bahwa aku adalah manusia bebas, karena kebebasan juga adalah keterikatan kita pada suatu makna “bebas”, bahwa bebas bukan berarti kita bebas.



Malam ini begitu dingin, kakiku serasa gemetar, hawa dingin malam mulai masuk melalui selah-selah jari-jari kaki. Sepertinya aku butuh kaus kaki.  Ku ambillah kaus kaki di tas ranselku dimana tempat awalnya aku mendapatinya. Dan meskipun telah ku pasang kaus kaki usang ini tak juga mampu mengajak aku terlelap. Aku Rindu entah pada siapa. Kaus kaki usang ini seperti membawa angankan pada seseorang yang entah siapa, pada ingatan sakit hati dan cinta kasih yang mendalam pada seseorang, pada surat yang tak terbalaskan, pada kecupan yang tak terbalaskan, pada rindu yang tak terbalaskan. Ah, kaus kaki dari mana kah asalmu. Aku membatin. Namun yang aku tahu kau adalah berkat yang aku temukan terselip di antara buku-buku catatan perjalaln hidup.



Khayalanku semakin menjadi-jadi melalangbuana sampai ke negeri seberang. Aku menaiki  selembar kertas, menari-nari dan menyanyi-nyani di atas kertas yang membawaku. Tak ada rasa takut terbesit di hatiku sedikitpun. Ku kepakkan tanganku, meloncat-loncat dari awan satu ke awan satu, bergumul bersama awan-awan dan jatuh bersama hujan, memberikan berkat kepada petani-petani di atas pegunungan Amazon,  mengalir bersama ikan-ikan dan angsa-angsa putih, tak kuasa, aku pun berubah menjadi seekor angsa putih yang menunggu seorang pangeran yang akan mencabut kutukan dari si peri jahat, yang cemburu akan  berkat yang diberikan Tuhan kepadaku.



Ayam berkokok terdengar dari jauh, bersaing dengan suara katak, yang sedang asyik bermain bersama genangan air. Itukah pertanda bahwa pangeran pembawa berkat telah tiba? Seperti diriku yang sedang asyik memikirkanmu. Malam ini jari-jariku tak bisa diam, bergerak bersama otakku yang sibuk memutar otak buku apa yang pas di baca sebagai pengantar tidur seperti yang aku lakukan di kamar kosku bila insomnia menghampiri. Tapi tidur jam bigini di bulan Ramadhan akan sulit, sebab hanya akan menjadikan kepala semakin berat dan sulit bila bangun lagi pada pukul 03.30 untuk makan sahur. Dan sepertinya aku akan menunggu sampai waktu makan sahur tiba, bersama keluarga. Meskipun aku bisa makan sahur sendiri. tapi akan lebih terasa nikmat bila melewati sahur bersama keluarga, setiap malam di bulan ramadahan tak akan ku lewatkan. Walau kadang berat, untuk membuka mata, dan menginjakan kaki di lantai yang dingin, seperti di es.

Belum juga aku merasa kantuk, meskipun karena dingin semakin mesuk ke sum-sum tulang. Jam lalu menunjukan pukul 02.00 Wita, dan perutku sudah sudah terasa mual, mugnkin karena kopi yang akau minum, atau masuk angin. Mungkin. 



 Kampung kami cuaca lagi tidak menentu, perubahan iklim katanya. Mungkin. Sebab pembalakan hutan marak terjadi di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah, begitu kata direktur Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) kawan baru saya. seperti malam ini, dan juga kemarin malam, hujan tak juga kunjung berhenti, yang mengakibatkan banjir di desa kami. Rumah-rumah kebanjiran sampai di pusat orang dewasa, barang-barang warga hanyut, terkena lumpur, terutama barang perabotan rumah, orang-orang terjaga, tak ada yang teritur sampai pagi, lantaran sibuk mengamankan barang-barang berharga milik mereka. Di rumah kakaku misalnya, mereka tak pernah tidur selama ramdhan ini di rumah, mereka mengungsi, sebab rumah mereka terkena banjir, kasur terkenan air, dan lumpur, piring-piring, perkakas rumah tangga, lemari lemari beserta isinya pun terkena air yang berlumpur. Kejadian ini hampir saja terkena di rumah ibuku tempat aku tinggal. Begitupun di ibu kota kabupaten, air sungai tak lagi mendapatkan jalan untuk ke muara, yang akhrinya merambat ke rumah-rumah warga, pagi-pagi sekali, aku melihat, orang-orang sibuk engan membersikna rumah meraka, perabot rumah tangga seperti televisi, kulkas, kursi, lemari, dan alat-alat rumah tangga lainya, sudah terpambang di atas meja d luar rumah. Rumah-rumah berlumuran lumpur, sampai di lurut, ibu-ibu dengan wajah layu membersihakan dengan sapu bahkan ada yang menggunakan sepotong papan untuk mengeluarkan  lumpur yang sudah melekat di dinding-dinding rumah dari dapur sampai ke teras rumah. 


Toko-toko penjual perabot rumah tangga, sibuk membuat penghalangan air, dari pasir yang dimasukan ke dalam karung kemudian di susun rapi di depan toko, agar air tak lagi masuk ke dalam toko mereka dan membasahi kursi-kursi mewah yang akan di jual. Hal  itu kemudian tidak dapat mengatasi masalah pada tetangga pemilik toko, sebab air kemudian meluap ke rumah  tetangga.

Sunguh pagi di bulan ramadhan yang sibuk. Mesjid Tua  di Kota Ampana pun terken banjir, di pelataran mesjid  kemudian menjadi becek yang sangat luas, setelah asir surut, namun tak nampak orang-orang datang mebersihkan mesjid. Mereka sibuk membersihkan rumah mereka masing-masing.

Sedang sampah-sampah berserakan di atas jalan aspal, keluar meluap dari dalam selokan, sekolompok orang-orang dengan mobil penyedot air sibuk menari-narik pipa  ke dalam rumah warga yang masih  tergenang air, dan membuangnya ke tempat lain. mobil sedot air ini pun tak juga menyelesaikan masalah, karena hanya memindahkan air dari satu tempat ke tempat lainnya. Sehingga mobil penyedot air bekerja berhari-hari hanya memindahkan air.
 

Banjir memang menjadi hal yang biasa untuk wilayah Pusungi ujung (Batampolo) perbatasan antara kelurahan Dondo, namu tak separah ini sebelum adanya Bandara dan Pertamina. Lokasi pembangunan Bandara dan Pertamina dulunya adalah hutan. Hutan yang kita telah ketahui fungsi dan kegunaannya selain sebagai perindang juga sebagai penopang erosi, sepert banjir dan meyimpan air. Namun sayang hutan kita telah tiada, dan masyarakatlah yang mendapatkan imbas dari pembangunan. Dari pembanugunan yang mendatangkan keuntungan besar bagi para pengusaha dan penguasa itu, tak ada sedikitpun ide-ide kreatif mereka untuk bagaimana cara mengatasi banjir ketika musim hujan tiba, semisal membuat Riol bawa tanah, sehingga banjir tidak meluap. Seperti kita ketahui bahwa  air tetap akan mencari jalannya untuk sampai ke muara. Namun seperti yang kita ketahui bahwa pengusaha dan pengusaha pasti hanya mementingkan kepentingan mereka dan memikirkan bagaimana cara mereka untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 


Membangun rumah sebesar-besarnya, dengan pondasi sebesar-besarnya, di lengkapi dengan menyadap suara dan penghangat ruangan di saat musim hujan tiba, dan pendingin di saat musim panas, untuk apa memusingkan penderitaan rakyat, apalagi turun langsung merasakan penderitaan rakyat. Itulah pemimpin kita, toh yang banjir bukan rumah kita, walaupu kami makan dari uang kalian, begitu barangkali. 


Berjejer mobil-mobil pengangkut sampah, toh, sampahnya juga hanya sekedar dari tempat satu ke tempat lainnya, tanpa di kelolah dengan baik. Kadang di tempat pembuangan sampah terakhir, di sebuah desa yang jalannya berliku-liku, sampah di bakar, sampai menutupi jalan raya lantaran asap sampah yang bgeitu tebal dan bau busuk yang menyengat. Sangat mengganggu aktifitas pengguna jalan, maka tak heran banyak terjadi kecelakaan di sekitar daerah tersebut.


Berbicara mengenai sampah, tak akan habis-habisnya, walaupun kita selalu menyampaikan untuk selalu menanamkan sifat cinta akan lingkungan, dengan tidak membuang sampah sembarangan. Atau membuat sebuah papan peraturan “Buanglah sampah pada tempatnya..!’, “anak tampan buang sampah pada tempatnya..!” begitu banyak slogan-slogan yang terpampang agar orang-orang tidak membuang sampah sembarangan, di buat dengan sangat menarik, sampai lomba pembuatan tong-tong sampah dengan sangat menarik, sampai membentuk Tim GALIGASA. Toh tetap saja, sampah bertebaran dimana-mana. Karena setiap hari kita menghasilkan sampah, dari pembalut, tisu, dan sempak sekali pakai, belum lagi sampah rumah tangga, seperti sampah sabun, sampah garam, dll, yang kita tak punya pengetahua  untuk mengelolahnya.  Barang-barang yang diciptakan oleh kapital yang kemudian tanpa kita sadari menghancurkan hidup kita. untuk itu ayo.. jadi manusia Organik. 


Sampah tidak hanya berupa benda yang terlihat seperti kertas-kertas, termasuk kertas “Surat Cinta” untuk itu aku hanya menuliskanmu surat di Blog, agar tidak menjadi sampah di emailmu.

Bersekolah di Masa Pandemi

 Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada  senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Un...