Pusungi, 06 April 2017.
Dear Jack.
Apa kabar kamu? Sepertinya sudah lama
sekali kita tidak berkabar surat.
Banyak hal yang ingin aku
ceritakan padamu, semoga kau memiliki waktu luang walau hanya sekedar membaca surat yang tak penting ini.
Sebentar lagi kita akan melewati
malam Nuzulul Qur’an dan aku berharap semoga malam itu akan ku lalui dengan
hataman Alqur’an pertamaku. Malam yang dimana Alqur’an pertama kali di turunkan,
dengan ayat pertama yang mengajurkan pada kita untuk membaca. Iqra’ atau
bacalah. Bulan ini sungguh sangat penuh berkah bagiku Jack, yang dimana aku
bisa meluangkan banyak waktu bersama kedua orang tuaku yang sudah sepuh,
setelah sekian lama aku meninggalkan mereka.
Kembali ke rumah kali ini, serasa
berada kembali dipelukan mereka semasa
kecil. Hanya yang membuat beda adalah sewaktu kecil aku selalu dibangunkan bila
waktu sahur tiba, sering merengek minta di gendong ke meja makan, bahkan sampai
minta di suapi oleh Ibu. Dan sekarang akulah yang harus mengambil peran Ibu, membuat
makanan di saat sahur dan berbuka, membangunkan mereka, mencuci piring,
membersihkan rumah, mencuci piring, belanja di Pasar dan segala pekerjaan
domestik lainnya. Sangat sibuk. Walaupun apa yang aku sediakan sangat
sederhana, dan tak enak, namun bahagiannya
tak ada duanya, sangat luar biasa.
Aku sangat merindukan masa-masa
ini, berkumpul bersama keluarga, bercengkerama, tertawa, bahkan saling
bentak-membentak, namun itulah ciri khas keluarga kami, adalah cara kami
melepas rindu. Sangat unik. Pasti tak ada di keluarga yang lain.
Malam ini adalah malam kesekian sahur. (aku lupa, karena tidak ingin
menghitung waktu) di bulan Ramadhan. Tahun lalu, aku menghabiskan Ramadhan
bersama keluarga baruku di kampung nan jauh di seberang pulau, dan kadang bersama
teman-teman baruku di kota, puasa tak karuan sesuka hati, ibadah tak karuan,
sungguh berbeda dengan Ramadhan kali ini, aku merasa kembali ke dunia yang di
ridhoi Allah SWT. Hati serasa tenang, bahagia.
Kembali ke sarang dimana aku
dilahirkan dan dibesarkan setelah melalang buana bersama hidup yang penuh
kebebasan. Sekalipun hari ini aku masih merasa bebas, bebas berpikir bahwa aku
adalah manusia bebas, karena kebebasan juga adalah keterikatan kita pada suatu
makna “bebas”, bahwa bebas bukan berarti kita bebas.
Malam ini begitu dingin, kakiku
serasa gemetar, hawa dingin malam mulai masuk melalui selah-selah jari-jari
kaki. Sepertinya aku butuh kaus kaki. Ku
ambillah kaus kaki di tas ranselku dimana tempat awalnya aku mendapatinya. Dan
meskipun telah ku pasang kaus kaki usang ini tak juga mampu mengajak aku
terlelap. Aku Rindu entah pada siapa. Kaus kaki usang ini seperti membawa
angankan pada seseorang yang entah siapa, pada ingatan sakit hati dan cinta
kasih yang mendalam pada seseorang, pada surat yang tak terbalaskan, pada
kecupan yang tak terbalaskan, pada rindu yang tak terbalaskan. Ah, kaus kaki
dari mana kah asalmu. Aku membatin. Namun yang aku tahu kau adalah berkat yang
aku temukan terselip di antara buku-buku catatan perjalaln hidup.
Khayalanku semakin menjadi-jadi
melalangbuana sampai ke negeri seberang. Aku menaiki selembar kertas, menari-nari dan
menyanyi-nyani di atas kertas yang membawaku. Tak ada rasa takut terbesit di
hatiku sedikitpun. Ku kepakkan tanganku, meloncat-loncat dari awan satu ke awan
satu, bergumul bersama awan-awan dan jatuh bersama hujan, memberikan berkat
kepada petani-petani di atas pegunungan Amazon,
mengalir bersama ikan-ikan dan angsa-angsa putih, tak kuasa, aku pun berubah
menjadi seekor angsa putih yang menunggu seorang pangeran yang akan mencabut
kutukan dari si peri jahat, yang cemburu akan berkat yang diberikan Tuhan kepadaku.
Ayam berkokok terdengar dari
jauh, bersaing dengan suara katak, yang sedang asyik bermain bersama genangan
air. Itukah pertanda bahwa pangeran pembawa berkat telah tiba? Seperti diriku
yang sedang asyik memikirkanmu. Malam ini jari-jariku tak bisa diam, bergerak
bersama otakku yang sibuk memutar otak buku apa yang pas di baca sebagai
pengantar tidur seperti yang aku lakukan di kamar kosku bila insomnia
menghampiri. Tapi tidur jam bigini di bulan Ramadhan akan sulit, sebab hanya
akan menjadikan kepala semakin berat dan sulit bila bangun lagi pada pukul
03.30 untuk makan sahur. Dan sepertinya aku akan menunggu sampai waktu makan
sahur tiba, bersama keluarga. Meskipun aku bisa makan sahur sendiri. tapi akan
lebih terasa nikmat bila melewati sahur bersama keluarga, setiap malam di bulan
ramadahan tak akan ku lewatkan. Walau kadang berat, untuk membuka mata, dan
menginjakan kaki di lantai yang dingin, seperti di es.
Belum juga aku merasa kantuk,
meskipun karena dingin semakin mesuk ke sum-sum tulang. Jam lalu menunjukan
pukul 02.00 Wita, dan perutku sudah sudah terasa mual, mugnkin karena kopi yang
akau minum, atau masuk angin. Mungkin.
Kampung kami cuaca lagi tidak
menentu, perubahan iklim katanya. Mungkin. Sebab pembalakan hutan marak terjadi
di Indonesia, termasuk di Sulawesi Tengah, begitu kata direktur Walhi (Wahana
Lingkungan Hidup) kawan baru saya. seperti malam ini, dan juga kemarin malam,
hujan tak juga kunjung berhenti, yang mengakibatkan banjir di desa kami.
Rumah-rumah kebanjiran sampai di pusat orang dewasa, barang-barang warga
hanyut, terkena lumpur, terutama barang perabotan rumah, orang-orang terjaga,
tak ada yang teritur sampai pagi, lantaran sibuk mengamankan barang-barang
berharga milik mereka. Di rumah kakaku misalnya, mereka tak pernah tidur selama
ramdhan ini di rumah, mereka mengungsi, sebab rumah mereka terkena banjir,
kasur terkenan air, dan lumpur, piring-piring, perkakas rumah tangga, lemari
lemari beserta isinya pun terkena air yang berlumpur. Kejadian ini hampir saja
terkena di rumah ibuku tempat aku tinggal. Begitupun di ibu kota kabupaten, air
sungai tak lagi mendapatkan jalan untuk ke muara, yang akhrinya merambat ke
rumah-rumah warga, pagi-pagi sekali, aku melihat, orang-orang sibuk engan
membersikna rumah meraka, perabot rumah tangga seperti televisi, kulkas, kursi,
lemari, dan alat-alat rumah tangga lainya, sudah terpambang di atas meja d luar
rumah. Rumah-rumah berlumuran lumpur, sampai di lurut, ibu-ibu dengan wajah
layu membersihakan dengan sapu bahkan ada yang menggunakan sepotong papan untuk
mengeluarkan lumpur yang sudah melekat
di dinding-dinding rumah dari dapur sampai ke teras rumah.
Toko-toko penjual perabot rumah
tangga, sibuk membuat penghalangan air, dari pasir yang dimasukan ke dalam
karung kemudian di susun rapi di depan toko, agar air tak lagi masuk ke dalam
toko mereka dan membasahi kursi-kursi mewah yang akan di jual. Hal itu kemudian tidak dapat mengatasi masalah
pada tetangga pemilik toko, sebab air kemudian meluap ke rumah tetangga.
Sunguh pagi di bulan ramadhan
yang sibuk. Mesjid Tua di Kota Ampana
pun terken banjir, di pelataran mesjid
kemudian menjadi becek yang sangat luas, setelah asir surut, namun tak
nampak orang-orang datang mebersihkan mesjid. Mereka sibuk membersihkan rumah
mereka masing-masing.
Sedang sampah-sampah berserakan
di atas jalan aspal, keluar meluap dari dalam selokan, sekolompok orang-orang
dengan mobil penyedot air sibuk menari-narik pipa ke dalam rumah warga yang masih tergenang air, dan membuangnya ke tempat
lain. mobil sedot air ini pun tak juga menyelesaikan masalah, karena hanya
memindahkan air dari satu tempat ke tempat lainnya. Sehingga mobil penyedot air
bekerja berhari-hari hanya memindahkan air.
Banjir memang menjadi hal yang
biasa untuk wilayah Pusungi ujung (Batampolo) perbatasan antara kelurahan
Dondo, namu tak separah ini sebelum adanya Bandara dan Pertamina. Lokasi
pembangunan Bandara dan Pertamina dulunya adalah hutan. Hutan yang kita telah
ketahui fungsi dan kegunaannya selain sebagai perindang juga sebagai penopang
erosi, sepert banjir dan meyimpan air. Namun sayang hutan kita telah tiada, dan
masyarakatlah yang mendapatkan imbas dari pembangunan. Dari pembanugunan yang
mendatangkan keuntungan besar bagi para pengusaha dan penguasa itu, tak ada
sedikitpun ide-ide kreatif mereka untuk bagaimana cara mengatasi banjir ketika
musim hujan tiba, semisal membuat Riol bawa tanah, sehingga banjir tidak
meluap. Seperti kita ketahui bahwa air
tetap akan mencari jalannya untuk sampai ke muara. Namun seperti yang kita
ketahui bahwa pengusaha dan pengusaha pasti hanya mementingkan kepentingan
mereka dan memikirkan bagaimana cara mereka untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya.
Membangun rumah sebesar-besarnya,
dengan pondasi sebesar-besarnya, di lengkapi dengan menyadap suara dan penghangat
ruangan di saat musim hujan tiba, dan pendingin di saat musim panas, untuk apa
memusingkan penderitaan rakyat, apalagi turun langsung merasakan penderitaan
rakyat. Itulah pemimpin kita, toh yang banjir bukan rumah kita, walaupu kami
makan dari uang kalian, begitu barangkali.
Berjejer mobil-mobil pengangkut
sampah, toh, sampahnya juga hanya sekedar dari tempat satu ke tempat lainnya, tanpa
di kelolah dengan baik. Kadang di tempat pembuangan sampah terakhir, di sebuah
desa yang jalannya berliku-liku, sampah di bakar, sampai menutupi jalan raya
lantaran asap sampah yang bgeitu tebal dan bau busuk yang menyengat. Sangat mengganggu
aktifitas pengguna jalan, maka tak heran banyak terjadi kecelakaan di sekitar
daerah tersebut.
Berbicara mengenai sampah, tak
akan habis-habisnya, walaupun kita selalu menyampaikan untuk selalu menanamkan
sifat cinta akan lingkungan, dengan tidak membuang sampah sembarangan. Atau
membuat sebuah papan peraturan “Buanglah sampah pada tempatnya..!’, “anak
tampan buang sampah pada tempatnya..!” begitu banyak slogan-slogan yang
terpampang agar orang-orang tidak membuang sampah sembarangan, di buat dengan
sangat menarik, sampai lomba pembuatan tong-tong sampah dengan sangat menarik,
sampai membentuk Tim GALIGASA. Toh tetap saja, sampah bertebaran dimana-mana. Karena
setiap hari kita menghasilkan sampah, dari pembalut, tisu, dan sempak sekali
pakai, belum lagi sampah rumah tangga, seperti sampah sabun, sampah garam, dll,
yang kita tak punya pengetahua untuk
mengelolahnya. Barang-barang yang diciptakan
oleh kapital yang kemudian tanpa kita sadari menghancurkan hidup kita. untuk
itu ayo.. jadi manusia Organik.
Sampah tidak hanya berupa benda
yang terlihat seperti kertas-kertas, termasuk kertas “Surat Cinta” untuk itu
aku hanya menuliskanmu surat di Blog, agar tidak menjadi sampah di emailmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar