Setalah hampir dua tahun sekolah diliburkan akibat covid, akhirnya pada senin 30 Agustus 2021 sekolah kembali dibuka untuk wilayah Tojo Una-una.
Sebagai seorang guru yang tetap melakukan proses belajar mengajar dimasa pandemi entah itu diluar jaringan maupun didalam jaringan. Tentunya merasakan keresahan yang orang-orang lain tidak rasakan. Resah memikirkan bagaimana bila anak-anak mendapatkan kesulitan dalam proses daring, bagaimana bila anak-anak tidak dapat menerima materi dengan baik. Terlebih lagi pada sekolah yang jauh dari jangkauan jaringan internet maupun jaringan telepon.
Hari-hari terus berlalu, para pemikir, pemerhati pendidikan terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tentunya harus dilaksanakan oleh guru-guru yang bertugas sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan.
Di Sekolah tempat aku mengajar guru-guru kemudian memustuskan melakukan proses pembelajaran dilakukan secara daring dan luring. Sebab tidak semua siswa memiliki android dan bahkan ada yang tinggal di daerah yang tidak memiliki signal.
Mau tidak mau, demi keberlangsungan dan lancarnya prosea pendidikan guru-guru daerah terpencil mesti memutar otak, memikirkan cara yang terbaik agar siswa dan siswinya tidak sampai ketinggalan materi. Jalan terjalpun dilalui, membawa siswa dan siswi materi. Bahkan yang sampai mengecewakan adalah siswa-siswi kemudian memilik menikah.
Guru honorer seperti aku pasti merasakan ketidakseimbangan bagaimana proses luring yang kita jalani dengan nominal yang kita dapatkan. Namun sebagai seorang pendidik nilai ilmu tidak dapat dibeli dengan nilai materi.
So.. Ujung-ujungnya curhat nih..
Oh.. Iya. Aku ingin sedikit bercerita bagaimana pengalaman sekolah hari pertama dimasa pandemi. Jelas sebelum dibuka, sekolah-sekolah sudah melakukan persiapan sesuai dengan protokol kesehatan. Sehari sebelum sekolah dibuka, kelas-kelas disemprotkan disenfektan, Mencuci tangan, mengukur suhu badan, memakai masker dan mengatur jarak tempat duduk siswa, sesuai surat edaran dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.
Namun sebagau sekolah swasta yang memilki anggran Bospus yang tidak seberapa tentunya sebelum memulai prosedur diatas, tentunya harus menelaah kembali berapa anggaran yang harus disediakan. Belum lagi honor guru-guru yang masih berstatus honorer juga berasal dari Bantuan Pusat.
Dari tulisan ini terdapat dua sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah guru-guru tidak lagi mencari siswa yang jauh dari jangkauan internet, dan memberikan pelajaran secara intens bertatap muka. Sisi negatif adalah dengan selalu menerapkan prokes mau tidak mau anggaran yangbdiambil untuk penyediaan perlengkapan protokol adalah dari anggaran BOSPUS, sehingga akan berdampak pada honor guru-guru yang masih berstatus honorer. dan bila tanpa pengawasan guru-guru atau tim covid di sekolah gerakan kumpul-kumpul akan terjadi dikalangan siswa, apalagi pada siswa - siswi yang baru bertemu.
Harapan saya dari proses pembelajaran tatap muka terbatas ini, proses pendidikan terus berjalan dengan baik. guru-guru dapat mencapai target pembelajaran dengan waktu yang tepat, anak-anak tidak ketinggalan materi, serta pemerintah dapat menganggarkan anggaran khusu untuk tim covid di sekolah-sekolah sehingga segala atribut prokes tidak diambil dari dana bospus, yang tisak seberapa.